Pages

Sabtu, 31 Desember 2011

Karena Do'a Kita Terlalu Sedikit

Mengeja satu per satu waktu...Subhanallah...tersadar akan kalimat-kalimat do'a yang kini nyata...
Dekat, nyata dan ia terjadi jauuuh lebih baik dari apa yang kita pinta.

Ia yang Maha Tahu, tak pernah merasa bosan mendengar rengek kita...bahkan sampai kita sendiri yang merasa bosan...

Kemudian do'a-do'a yang mungkin telah lama kita lupakan itu datang...disaat yang tepat...dengan cara tak terduga yang sering kali mengasyikkan.

Dalam kertas lusuh yang telah bertahun tak lagi terjamah, sebuah tulisan kecil itu memaksaku mengingat kapan aku menuliskannya, empat tahun lalu! harap itu terukir : "Robbi, aku ingin berada dalam lingkungan penghafal Al-qur'an" Sebuah harap yang dulu terasa mustahil, yang hanya kusampaikan dalam carik-carik kertas yang mulai menguning.

Bukan tanpa ikhtiar, harap itu mulai ku retas...mencari...dan kutemukan...

Taqdir Allah..
Sekitar tahun 2008
Jalan Pahlawan itu sepi...Mungkin karena deket makam kali ya...hehe. Sebuah gedung dengan sayup-sayup suara tilawah membuatku semakin bersemangat, niat untuk menjadi seorang penghafal quran itu semakin bulat. Tes..tes...degdegan juga eung, ternyata klo mau ikut program tahfidz itu minimal tahsin level satunya lulus. Bismillah...Subhanallah...Teteh yang ngetesnya juga ga buka mushaf! Kereeen...Singkat cerita berakhirlah tes itu...

Seminggu kemudian....
Jalanan masih lengang...biasa klo lagi awal-awal mah semangatnya masih berkobar kobar.
Lilih Ilmia dan Risma Nurfarida hari itu bertekad sepenuh hati, berikhtiar demi tercapainya sebuah cita-cita : Menjadi penghafal quran!!!
Lalu, berjalanlah kami berdua bersama seorang dengan jilbab lebar yang beberapa menit lagi resmi menjadi guru kami..SEMANGAT!!!
Tiba di sebuah mesjid, kami mulai degdegan. Ternyata lumayan banyak yang 'setor' hafalan, surat-surat yang yang dibacain ghoribah semua! (menurut kami). Sedih...Tegang...Gelisah...Sampai tibalah giliran kami. BINGUNG! mau nyetor apa? juz30 juga masih berantakan, dikirain klo awal masuk mah mau dikasih motivasi dulu, ternyata...
Hari itu kami akhiri dengan teu pararuguh. Jauuuuh dari bayangan kami sebelumnya.
Dan...itulah hari pertama sekaligus terakhir dari program tahfidz yang dulu kami idam-idamkan...KAPOK...BETE..
Meskipun  teteh yang menjadi guru kami itu, dengan gigigh menghubungi kami, tekad kami dah bulat GA MAU LAGIIII...

Takdir Allah...
Selepas lebaran 2010...
Lilih Ilmia : menjadi mahasantri di pesantren tinggi al quran MAQDIS

Hari pertama setoran di pondok, tiga surat yang lumayan panjang (menurutku) kusetorkan dengan  PD yang OD :D biasaaaa...semangat awal yang berkobar kobar
Hari hari di pondok tahfidz menyenangkan, setoran lancar, kami para penghuni pondokpun semakin akrab...
Suatu hari kuceritakan pengalaman program tahfidz yang kuikuti hanya sehari itu, teteh yang setiap hari menerima setoran kami di pondok berkomentar : "pantesan...ane kayaknya pernah apal sama gaya tilawah ente.."  Glek! oooww...iya...baru ku ingat...ternyata guru kami yang dulu itu namanya memang sama dengan teteh yang sekarang di pondok! "Yang namanya Zahra yang hafidzah itu, ya beliau satu-satunya" Kata seorang temen.

Cara Allah yang unik menyampaikanku pada mimpi yang nyaris terlupa, Maha Lembut Ia....
Dan, tahukah? di sini aku tak hanya meghafal, aku bertemu dengan seorang berhati lembut yang juga sempat kuharap berguru padanya, mempelajari bahasa arab, bertemu sang bunda sepuluh bintang bersaudara penghafal qur'an, bahkan menjajal lomba paket dakwah yang sama sekali tak cocok buatku yang peminder.

Begitulah setiap do'a , sekecil apapun...bahkan setelah kita melupakanya!
Berdo'alah...sebanyak apapun, sedetil apapun yang kau mau, dan yakinlah Ia pasti mendengar dan memberi yang terbaik.

Jangan berputus asa jika do'amu tak kunjung nyata, suatu saat dengan hatimu yang jernih, kau akan mengerti kenapa Ia mengganti do'amu...

Allah yang Maha Tahu, sedangkan doa kita terlalu sedikit dari apa yang kita butuhkan...

Ini Tentang Aku...Semuanya...

Sering kali dalam sebuah komunitas, mereka 'memilih'ku... dan pasti, hampir selalu akan ada bulir-bulir yang menganak sungai .

Ini tentang aku, semuanya...

Aku yang sensitif, aku yang perfectionist, aku yang penakut, peminder, dan aku yang teramat sedikit bersyukur.

Dalam kerja jama'i, posisi ujung piramida itu selalu (rasanya) kutempatkan di bawah, menopang, sendirian...

Aku yang sensitif melihat ekspresi wajah yang hampir pasti menggambarkan ruh yang sedang bekerja dalam diri. Ini yang sering kali membuatku segan, pada akhirnya aku juga lah yang bekerja sendiri, menghadapi tatap dan fikir aneh orang-orang tentangku : "tidak tegas!".

Pun saat orang lain bersedia membantuku, aku selalu merasa lambat, tak serius...

Sampai suatu titik puncak tekanan, saat semua orang mulai rewel dan banyak bertanya ini itu tentang kinerja, aku mengeluh...tak pandai 'menutupi' rasa dalam diri membuat orang lain sering merasa 'tak enak' bahkan mereka yang tak ada hubungannya sama sekali!

Di titik puncak itu, ketakutanku menambah akut, beberapa keluhan yang tak sampai padaku, membuatku takut menyakiti hati mereka, inilah aku...penakut yang membuat sendiri ketakutannya. Kalau sudah begini, aku akan meyalahkan diri sendiri : "Betapa tak kompetennya aku", "Tak pandai menjaga lisan!", "Tak pandai bersyukur!", "Kenapa wajahmu begitu? Kau membuat orang lain merasa sakit!", "Kau banyak mengeluh!"...
Inilah mungkin sebab keminderanku...

Robbi...Ini rasaku selama ini, betapa Kau yang Maha Tahu busuk diri ini melebihi apa yang manusia tahu. Robbi...bimbingku selalu dalam mengemban amanah nafas ini, agar tak tersia....agar ia berbuah ranum di surga nanti, menatap Engkau dan kekasihMu melambai rindu, tersenyum menyambutku....

                                                                                                                           -Kamar asrama, akhir "11-

Minggu, 25 Desember 2011

Berbuatlah...

Menganggap sepele hal-hal kecil, itulah kebiasaan kita. Tahukah? justru disini semua bermula...

Pupuklah azam dalam dada bahwa "aku senang menjadi manfaat untuk orang lain". Berawal dari azam ini kan Kau dapatkan kebaikan yang melimpah-limpah.

Pernahkah suatu pagi Kau rasakan 'ruh' yang berbeda? begitu bersemangat, optimis, dan secara tak sadar kita menjadi lebih ramah. Mulailah mengingat, apa yang menyebabkan pagi itu terasa istimewa? Ya.... pagi itu Kau mungkin terbangun lebih awal dan kemudian mengganjilkan raka'at shalat malam, mungkin juga Kau telah bertemu dengan orang-orang hebat di awal hari itu, atau bahkan mungkin Kau telah berbuat 'sesuatu' yang membuat orang lain merasa terbantu, meski hal itu terasa begitu kecil. Kemudian senyum itu mengembang dan kemudian mengundang kebaikan-kebaikan lain sepanjang hari.

Ini soal kerja kita, Kawan...
Menjamahkan tangan pada sesuatu yang membuat orang lain merasa senang adalah kerja yang sederhana. Mari kita lihat, setelah Kau melakukanya, bukankah Kaupun turut merasa senang? Ya, bahkan mungkin lebih dari apa yang mereka rasakan.

Seseorang pagi itu tengah berbasah-basah mencuci berember pakaian kotor, seorang kawannya kemudian berkata mengapa begitu lama ia mencuci, sedikit menyelidik dan kemudian terkaget, "baju siapa yang Kau cuci?" orang itu hanya tersenyum, sang Kawan kemudian memberondong "apa orang yang kau cucikan bajunya ini tahu?" ia menggeleng, sang kawan dengan gemas berkata "kenapa kau lakukan ini? Aku merasa tak rela Kau melakukannya". Kawan, bagaimana pendapatmu jika cerita ini beredar dan kemudian menjadi sebuah inspirasi yang membuat orang lain tergerak? satu, dua, puluhan, ratusan bahkan ribuan orang mungkin akan mendengar cerita sederhana ini dan diantara mereka pasti akan ada yang mengikut langkah itu bahkan jauh lebih baik. Akankah 'pencuci' itu mendapat sesuatu? wa man ya'mal mitsqaala dzarratin khoiroyyaroh...

Benarlah slogan 3M yang membumi itu; Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil dan Mulai saat ini! itu berarti agak sulit jika kita membantu orang lain sedangkan kamar kita sendiri masih seperti kapal sisa peperangan, jika pakaian kotor kita sendiri pun masih menumpuk karena kelalaian. Orang yang telah 'selesai' atas urusannya sendiri, maka pastilah ia yang paling banyak menjadi manfaat buat orang lain.

Berbuatlah...bahkan jika dirimu akan menggerutu, mengeluh, dan tak ikhlas sekalipun...karena kita tak pernah tahu bagaimana catatan sejarah yang telah kita torehkan itu bekerja, mungkin disana akan ada orang-orang ikhlas yang menjejak tapak-tapak sejarah kita...

Minggu, 18 Desember 2011

Baris Ukhuwah Kita

Allhamdulillah.... legaaaaaaa banget setelah selesai ngotak-ngatik komputer buat bikin desain proposal, cape juga ternyata, hmmm...bener kata temen ane : "Kalo orang-orang di bidang IT itu jarang mandi!" hihihi...

Awalnya dari ide iseng itu : "Kita bikin acara buat mem-bumi-kan Qur'an yuk, buat akhwat aja dulu, sekalian promosi pondok kita hehehe". Akhirnya ide itu bersambut gayung :D. Dipaksa jadi ketua pelaksana ane nurut aja meski sebenernya ogah-ogahan.

Rapat demi rapat berlalu, ba'da isya memang sedikit aneh buat rapat, apalagi kita-kita ini aktifis semua, sering banget perut sama mata demonstrasi bareng, nagih-nagih hak mereka, laper tapi ngantuk...Ga  bakat jadi pemimpin, tiap kali liat wajah kurang antusias, ane malah sering kebawa down, maklum sensitif banget.

Pas suatu rapat, ga pengen sebenernya ngungkapin 'gretek' itu, khawatir merubuhkan mental satu asrama, tapi akhirnya keluar juga "'afwan, ane khawatir klo ternyata rapat ini memberatkan, jadi acara kita ini mau diterusin apa ga?" Teh Mella dah nyikut-nyikut "Eh...Anti ketua, ga  boleh bilang gitu!"...Tuuuh kaaan salah lagi, emang ga bakat!.

Tapi......."Aaaaaaah.......kalian hebat! hebat banget! malah justru saat itu kalian yang bikin ane semangat lagi, hikshiks terharu banget" Itu ngomongnya di hati, tapi sekarang kalian jadi tau kan? Hmmm Jazakunnallah akhowatiy^^.

Acaranya emang belum dimulai, tapi optimislah...karena kalian HEBAT! Ini langkah kita yang pertama bukan? Yuk luruskan niat, biar barakah...biar husnul Khatimah kata Salim :D

Sungguh, tlah kunanti rasa ini kembali...
Bertahun, setelah putih abu itu tak lagi kupakai...
Ukhuwah...
Rindu...teramat rindu hingga tak kusadari...
Maha Lembutnya Ia...
Memberiku ganti terbaik, bertahta sebuah cita merajut cahaya...
Sebaris jalan yang kuharap kelak membuat para nabi dan syuhada mencemburui kita....
Karena aku, mencintai kalian karena Allah...

Jumat, 16 Desember 2011

Ummi, Inspirasi Tak Bertepi

Pagi masih gelap, tapi langkahnya tengah lincah menjelajah pasar. Kotak seng depan masjid yang ia lewati berbunyi lembut, mungkin ialah orang pertama pagi itu yang mengisinya, selalu. Selepas berbelanja, langit telah merekah, kini giliran tangan lincahnya mengolah rumus-rumus sederhana yang selalu jadi istimewa. Ikan tongkol. tahu dan sambal, sarapan pagi sepiring berdua itu terasa romantis, nikmat dan membuat kami semakin lahap menandaskan porsi yang beronde-ronde.

Gemericik kamar mandi pertanda Ummi tengah mandi dan bersiap mengenapkan raka'at-ain dhuhanya. Hmmm...kegiatan rutin yang tak pernah disadarinya.

Iqro' itu tersa sulit, mengajarinya mengeja tak semudah mengajaknya berbelanja. Tak sabar, itu yang sering kurasakan. "Andai dulu belajar dengan baik, tentu tak akan ada penyesalan sebesar gunung ini." lirihnya, ah ummi...bukan salahmu jika sekolah dasar pun tak sempat kau tuntaskan, kepandaianmu berhitung telah cukup membantu kesibukan kakek sebagai saudagar yang tokonya paling laris zaman itu.

Siang itu tanyaku tentang qiyam, bersambut jawaban sederhana ummi : "Suka pengen pipis, jadi sayang klo ga dilanjut shalat." Robbi...sayang sekali Kau padanya, hingga Kau bangunkan ia selalu di pertiga malam. Ya, Ia memang sosok yang istiqamah dalam amal-amalnya yang sederhana. Shaum Senin dan Kamis nyaris tak pernah ia lewatkan, silaturahim meski berbekal sederhana, shalatnya yang tepat waktu, "Sholat cing dugcir, ngarah jongjon, komo Isya mah, enaaak..." pesannya.


Ummi, sore selasa selalu membuatku tersenyum, agenda "pangaosan ibu-ibu" itu selalu berbuah tangan istimewa : bakso pedas asam favoritmu yang selalu ku 'cicipi' sampai tandus :D.

Pagi yang cerah, pedagang-pedagang yang sering kau kunjungi membuatku bangga menjadi anakmu. Ummi, ia mengingat utangnya yang hanya dua ratus rupiah dan membayarnya. Ummi, wajahnya cerah hari ini, ia tersenyum...Teman-teman pengajianmu rusuh, "Padahal kemarin ia segar sekali, catik, ga di sangka secepat ini..."

Ummi, inspirasi tak bertepi...
Allah begitu mencintaimu...
Menggenapkan seluruh mimpi sebelum kau pergi...
"Aku tak ingin tua dan menjadi beban anak-anaku"
Dan itu kini terjadi...
Menyisakan sebuah senyum kecil yang membuat kami iri...
akankah aku seperti dirimu nanti?

Sabtu, 10 Desember 2011

Al-waajibaat Aktsar min Al-auqaat

Tak ingin berkeluh sebenarnya, hanya saja gatal tangan ini yang akhirnya membuat huruf-huruf tak beraturan ini (awalnya tulis tangan) tumpah. Semoga manfaat ya Kawan...

Pekan ini, rasa mepet itu makin menjadi. Pelatihan desain grafis, setor hafalan, kuliah, persiapan tasmi', hafalan hadits, nyuci, nyetrika waaah...pegeeel...Hingga kemudian saudara sekamarku nyeletuk "Teh Ilih sekarang kurusan ya?!" hmm...antara senang, senang dan senang :D

Begitulah Kawan, waktu yang begitu sempit kurasa, mungkin juga karena aku yang belum bisa mengatur waktuku dengan baik.

Iri rasanya melihat saudara-saudaraku yang bisa merutinkan qyamullailnya lebih cepat, jam satu pagi, jam dua pagi ah...kapan aku bisa begitu? Dan tahukah? mataku kaca saat kuingat sebuah kewajiban yang lebih besar : DAKWAH (kebutuhan seharusnya)

Suatu waktu kubuka situs ikhwahgaul.com, ah...aku cemburu!!! terlebih ketika kutahu rentang usia mereka yang berkiprah di dalamnya, jauh...jauh lebih muda dariku T_T. Mana bagianku dalam dakwah kini? kurasa belum lagi kulangkahkan kaki ini menjejak jalan itu, jalan yang begitu melelahkan, sulit tapi begitu menyenangkan. Duhai jalan itu...maafkan aku tak lagi mesra denganmu, oh tidak! belum...belum...suatu saat kan kupinang lagi dirimu menjadi bagian hidupku, mulai saat ini!

Ssst...tulisan ini kubuat saat penantian bel ke dua pelajaran berbunyi, ya...inilah resiko jika terlambat, menunggu sampai jam pertama selesai. Sedih...padahal baru kemarin kucurhatkan masalah keterlambatan ini dengan sahabat 'ojeg'ku. Bagaiman dakwah kita, jika kita sering terlambat? hingga para asatidz menjadikan kita 'artis' dalam obrolan mereka, "Santri tahfidz ko ya sering terlambat!" T_T

Ups...tiba-tiba saat tulisan ini dimuat, ustadzahku keluar, melihatku duduk bersila dengan buku yang dipenuhi jejak ceker ayam, kemudian berkata "taakhorti?" "hehe...na'am ya Ustadzah" jawabku. Huft...ini keemahanku, sensitif dengan ekspresi wajah yang tak menyenangkan. Ingin sekali ku beralasan : kesibukan pagi, nyetrika, nyuci...trus ketiduran di angkot jadi ajah telat! Ah, tak mau berharap dikasihani, biar ini jadi sebuah latihan untukku (latihan sabar, latihan ga banyak ngeluh, latihan biar semangat tetep oke meski wajah orang-orang 'abasa semua :D)...Andai kau tahu ustadzah cucianku pun belum sempat ku jemur T_T.

Sabtu, 03 Desember 2011

Izinkan Aku Syahid


Langit jingga semakin merah, senyap dan sunyi hanyalah harapan disini. Desau peluru, bau mesiu hingga bau anyir darah merebak, mengusik saraf-saraf hidung yang enggan menangkap. Setelah Palestina lepas dari pemerintahan yang dipimpin khalifah Utsman satu abad silam, negeri yang awalnya damai kini membara. Kaum Zionis Yahudi mengambil lima puluh lima persen tanah subur Palestina dan memberikan empat puluh lima persen tanah tak layak pertanian untuk satu juta penduduk muslim yang terusir dari rumah mereka sendiri.

Malam ini, usai shalat isya, Umar kembali bermuraja'ah, hafalan Al-qurannya kini genap tiga puluh juz.

---

Pagi kembali dengan membawa sejuta cerita kesedihan. Seorang anak ditemukan tewas tergeletak dengan tubuh penuh lubang peluru.

"Usman, sabarlah..." Pagi itu suara Umar bening, namun hatiku sakit, air mataku meleleh.

"Kenapa ini harus selalu terjadi padaku?"

"Usman, Kau harus tegar!" Bisik Umar.

"Tegar? harus sampai kapan aku tegar? setelah ummi yang sedang hamil diperkosa dan anak yang dikandungnya dirampas dan dicampakkan bagai anjing mati dan kemudian ditemukan dengan isi perut yang terburai. Kini? adikku satu-satunya telah pergi juga karena kebiadaban tentara-tentara terlaknat itu! Terkutuk!"

BUG!!! Tiba-tiba pukulan Umar melayang di pipiku.

"Apa yang kau katakan itu, Usman? Apa Kau tak rela keluargamu mati sebagai syuhada? Apa Kau lupa janji Allah bahwa kemenangan adalah milik kita? Apa yang Kau cemaskan hah? Sebetulnya berapa banyak hafalan Al-quranmu? Bukankah Kau telah lebih dahulu menghafalnya dibanding aku? Tapi kenapa Kau ragu akan kebenarannya?"

Umar lalu memberiku  sebuah mushaf " Baca dan fahamilah, Usman! Besok insyaAllah aku akan menyusul."

Aku terpekur, terisak dan kembali menangis, memeluk mushaf dan kemudian membaca ayat di dalamnya.

---

Subuh ini hatiku tentram, Kucari Umar namun tak jua kutemukan. "Umar...Umar..." teriakku.

Orang-orang menoleh dan kemudian berkata "Umar telah syahid, ia pergi membawa bom syahid ke tempat persenjataan Yahudi dan kemutian tewas."

Tangisku kembali pecah. Bom syahid, dulu itulah yang aku inginkan, meski syarat-syarat telah kupenuhi, namun tak juga aku mendapatkannya, alasannya satu, niatku bukan untuk tujuan mulia, melainkan keputusasaanku karena seluruh keluargaku telah terbunuh.


Mayat Umar melintas menebarkan wangi semerbak bunga.


"Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka  itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rizki. Mereka bergembira dengan karunia yang yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."


Izinkan aku syahid...

Minggu, 20 November 2011

Ikhlas itu Menyejarah

Cerita seorang guru, aktifis kampus UPI yang juga personil Generasi Robbani, mengingatkanku tentang seorang inspirator enam tahun lalu…
Guru PPL itu tak hanya mengajar, ia membina kami anak-anak DKM Al-Mujtahid SMA 22 Bandung yang saat itu sedang kehilangan ‘induk’ karena alumninya tengah sibuk dengan aktifitas kampusnya masing-masing. Beliau (guru PPL) itu setia mendampingi kami dalam aktifitas kaderisasi, LDKI, MaBIT, bahkan event isra’ mi’raj.
BOURAQ, nama acara isra’ mi’raj itu rencananya akan dimeriahkan Edcoustic dan G-Rabb, kendala transportasi membuat kami tak bisa menjemput G-Rabb, sambil bercanda mereka berkata “Bisanya juga ngangkot, gapapa ko” Subhanallah…dan buah dari keikhlasan itu, teman-teman kami mulai tertarik dengan aktifitas keislaman di sekolah. Alhamdulillah…
MaBIT itu mebuat kami merasa tak enak hati, gurur PPL itu rencananya akan menjadi pemateri. Beliau datang bersama seorang temannya, hari masih sore, kebiasaan ngaret membuat mereka harus rela menunggu peserta MaBIT. Menjelang maghrib beliau berbisik “boleh saya makan dulu?” mereka berdua kemudian  makan, tentu dengan uang mereka sendiri karena anggaran kami saat itu nyaris ‘nol’. Acara berlangsung khidmat sampai subuh. Beliau kemudian pamit, saat amplop berisi lembar-lembar tak seberapa  itu diserahkan, beliau tak mau menerimanya, namun kami tetap memaksa hingga akhirnya beliau menyerah “ Baik, saya terima ini, tapi sekarang juga saya serahkan uang ini untuk DKM”. Allahuakbar…
Semoga Allah selalu membuat kita berada dekat orang-orang yang ikhlas, agar dapat kemudian kita teladani keikhlasan itu…
Pondok, 12-10-11

Pacaran Ba'da Muroja'ah

Selepas shalat subuh, dia mengajakku menyimak hafalan juz 26nya. Tartil plus malu2 karena akunya belum sempat muroja'ah sebelumnya, MasyaAllah...belum muroja'ah aja lanacar begini??? Ah...ternyata nyimak itu pegeeel luar biasa...berkali-kali kuubah posisi dudukku, mengubah posisi mushaf dan terkantuk-kantuk sejenak:D...saat bacaannya sedikit terhenti, aku memberi sedikit clue2 sederhana...Alhamdulillah...akhirnya aku berguna juga, hehehe...dari situ aku jadi menanti-nanti saat2 ia lupa :D. Subhanallah...pagi itu target tilawahku pun tercapai atas bantuannya^_^ v.

Ba'da tasmi' itu sebenarnya aku ingin menyelesaikan peer yang mulai menumpuk, baju2 tengah protes minta digosok, tapi ia kembali datang, dengan setelan rapi. Mengetuk pintu kamar, mengajakku keluar, kemudian meraih tanganku...ujung2 jemarinya yang lembut dengan hati2 mengepit jemariku...hmmm....suatu hari nanti ini kan jadi kenangan berharga buatku.

Detik, menit berlalu...ia masih saja menekuni jemariku, beberapa sempat menggoda kami berdua, kami hanya tersenyum malu2...akhirnya..."SELESAI!!!!"...kuku2 mungilku kini telah berubah warna...tapi ko? "TETEEEEH....pacarnya kurang rapih nih!!"

_Asrama, 5 November 2011, bersama sang guru tercinta: Mujaroh Zahro_

Izinkan Aku Jatuh Cinta


"Witing tresna jalaran saka kulina" Tumbuhnya cinta karena terbiasa
"Qurbul wisaad wa thulus siwaad" Cinta itu tumbuh karena dekatnya fisik dan panjangnya interaksi

MasyaAllah, membaca pepatah ini tiba-tiba saja getar hati itu menguat...Sebuah tanya berputar-putar mengaliri ujung kepala hingga jemari kaki (deuh, lebay bgt, tapi benern loh!)

Dengannya kurasa telah cukup lama berinteraksi, tapak tanganku erat menggenggamnya, mengobrol tentang banyak hal yang tak sepenuhnya kumengerti, ia sangat sulit kujangkau, namun ia menyenangkan.

Menatapnya lekat-lekat, berulang kali membuat hatiku begetar hebat, sepatah kata lembutnya mengalirkan semangat dan rasa malu atas kelalaian yang jauh. Sepatah kata kerasnya sering kali membuatku menangis, hingga tak sanggup kutatap ia kecuali dengan getar tersedu. Ah...tapi itulah, saat aku semakin cinta padanya. Ya, bukankah hanya untuk yang teristimewa kita menangis?

ِAh...namun apa salahku, hingga sering kali kau terasa jauh meninggalkanku? Sungguh, tak ingin aku berlama dalam kondisi ini, menjauh darimu menghampakan ruang hatiku, hingga saat ku menjerit jerih, suara itu hanya terpantul hampa tanpa sesiapa mendengarnya.

Aku tahu tulusku tak berkepanjangan, mungkinkah karenanya? Ya, mungkin saja, karena kau begitu peka akannya.

Maaf, maafkan segala salah, lalai dan khilafku...

Izinkan aku jatuh cinta padamu...
Agar tak bertepuk belah tanganku,
Agar tanya itu terjawab sempurna di hari tandus penuh peluh itu...
"Akankah pepatah itu berlaku antara aku dengan Al-Quran?"
Mengembangkan senyum termanisku...

_Di sela dirosah nahwu, Al-Imarat 15 November 2011_