Pages

Sabtu, 03 Desember 2011

Izinkan Aku Syahid


Langit jingga semakin merah, senyap dan sunyi hanyalah harapan disini. Desau peluru, bau mesiu hingga bau anyir darah merebak, mengusik saraf-saraf hidung yang enggan menangkap. Setelah Palestina lepas dari pemerintahan yang dipimpin khalifah Utsman satu abad silam, negeri yang awalnya damai kini membara. Kaum Zionis Yahudi mengambil lima puluh lima persen tanah subur Palestina dan memberikan empat puluh lima persen tanah tak layak pertanian untuk satu juta penduduk muslim yang terusir dari rumah mereka sendiri.

Malam ini, usai shalat isya, Umar kembali bermuraja'ah, hafalan Al-qurannya kini genap tiga puluh juz.

---

Pagi kembali dengan membawa sejuta cerita kesedihan. Seorang anak ditemukan tewas tergeletak dengan tubuh penuh lubang peluru.

"Usman, sabarlah..." Pagi itu suara Umar bening, namun hatiku sakit, air mataku meleleh.

"Kenapa ini harus selalu terjadi padaku?"

"Usman, Kau harus tegar!" Bisik Umar.

"Tegar? harus sampai kapan aku tegar? setelah ummi yang sedang hamil diperkosa dan anak yang dikandungnya dirampas dan dicampakkan bagai anjing mati dan kemudian ditemukan dengan isi perut yang terburai. Kini? adikku satu-satunya telah pergi juga karena kebiadaban tentara-tentara terlaknat itu! Terkutuk!"

BUG!!! Tiba-tiba pukulan Umar melayang di pipiku.

"Apa yang kau katakan itu, Usman? Apa Kau tak rela keluargamu mati sebagai syuhada? Apa Kau lupa janji Allah bahwa kemenangan adalah milik kita? Apa yang Kau cemaskan hah? Sebetulnya berapa banyak hafalan Al-quranmu? Bukankah Kau telah lebih dahulu menghafalnya dibanding aku? Tapi kenapa Kau ragu akan kebenarannya?"

Umar lalu memberiku  sebuah mushaf " Baca dan fahamilah, Usman! Besok insyaAllah aku akan menyusul."

Aku terpekur, terisak dan kembali menangis, memeluk mushaf dan kemudian membaca ayat di dalamnya.

---

Subuh ini hatiku tentram, Kucari Umar namun tak jua kutemukan. "Umar...Umar..." teriakku.

Orang-orang menoleh dan kemudian berkata "Umar telah syahid, ia pergi membawa bom syahid ke tempat persenjataan Yahudi dan kemutian tewas."

Tangisku kembali pecah. Bom syahid, dulu itulah yang aku inginkan, meski syarat-syarat telah kupenuhi, namun tak juga aku mendapatkannya, alasannya satu, niatku bukan untuk tujuan mulia, melainkan keputusasaanku karena seluruh keluargaku telah terbunuh.


Mayat Umar melintas menebarkan wangi semerbak bunga.


"Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka  itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rizki. Mereka bergembira dengan karunia yang yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."


Izinkan aku syahid...

1 komentar:

Lis mengatakan...

teteh, aku nangis bacanya ...tulisannya bagus sangat