Pages

Selasa, 31 Januari 2012

Pra Nikah Al-Qur’an Asyiiiiiik.....

Subhanallah... Sepanjang hari, setelah setoran hafalan yang 'seru' itu aku tersipu-sipu... 

Mengingat kembali sebuah kisah, saat sang gagah nan pemberani 'Umar ibn Khathab mencarikan sosok suami ideal untuk putrinya Hafsah. 'Utsman ibn 'Affan saat itu belum lagi ingin menikah, kemudian dengan gontai ia menuju rumah Abu Bakr yang saat pengajuan itu disampaikan, ia hanya terdiam... Lalu sampailah ia pada Rosulullah yang ternyata bersedia menikahi Hafsah yang telah menjadi janda. Subhanallah....Subhanallah...dan saat 'Umar kembali bertemu Abu Bakr, ia berkata "Maafkan aku karena tak menanggapi tawaranmu, 'Umar. Sandainya tak kudengar Rosulullah menyebut-nyebut nama Hafsah, tentu kan kunikahi ia." Hmmm...Kemudian aku kembali tersipu malu...

"Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginamu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) demgan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepadaNya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pemngampun, Maha Penyantun"
_Al-Baqarah : 235_

Sebuah rahasia bahwa TERNYATA ikhwanpun 'rumpiin' akhwat yang mereka suka, heheh (hayooo ngaku!:D).Ups...ini bukan tafsiran lho ya, ini hanya sebatas pengalaman saat berinteraksi dengan 'Surat Cintanya' yang seringali tak terjamah.

Sepuhan merah itu semakin terasa saat kubayangkan Rosulullah menyebut-nyebut ummatnya di detik-detik tunai tugasnya, bukankah kita kan mati dalam keadaan yang paling kita sukai?Maka sungguh besar cintanya. Wahai Rosulallah...bukankah ku jua ummatMu yang Kau sebut-sebut itu? Rinduuu...yang tak terperi....

Setoran lain yang tak kalah mengasyikkan...
Lembar awal An-nisaa itu...KEREEEN....saking kerennya, lidahku kelu saat menyetorkannya, sebeeeeeelll....Padahal subuh itu, lisanku luwes mengeja satu demi satu huruf-hurufnya. Dan tahukah apa yang dikatakan guruku? "Yaaaaaah....ente blom siap nikah sih...jadi hafalan yang ini berantakan" "Yeeeeee teteh, bukan ga siap nikah, tapi ga siap dipoligami...fa in khiftum allaa ta'diluu fawaahidatan au maa malakat aimaanukum. dzaalika adnaaa allaa ta'uuluu". Protesku berapi-api...Antrian di belakang ikut mesem-mesem. Pernikahan...Tema yang asyik banget buat yang masih sendiri, apalagi jika kita berinteraksi secara langsung dalam kajian ilmu pra nikah yang terhidang lengkap dalam kitabNya...

Hari-hari yang menyenangkan, rasa warna-warni yang mengejutkan, saat-saat pipi kita menyala merah dan mengembangkan senyum geer nan salting....kan Kau rasakan....saat mushaf berias terjemah itu melompat-lompat dalam otakMu...Maka benarlah....ia sang penyembuh....

Snyummu itu lho....bikin kamu awet muda....heheheh



Jumat, 27 Januari 2012

Ikhwan Pertamaku



Ia ikhwan pertama yang kukenal. Aktifitas dakwahnya lah yang membuatku jatuh hati. Di rumahnya yang hangat, seringkali menjadi semakin hangat  dengan banyaknya makhluk-makhluk berjenggot tipis dan jilbab-jilbab lebar yang berkibar anggun. Damai...

Jaket dongker berlapis merah yang ia kenakan berjahit dakwah, dakwah yang cerah secerah pemiliknya. Sandal jepitnya yang sederhana menghilang saat lingkaran-lingkaran mingguan berlangsung.
  
 Ah... ia sempurna, ia yang tak tinggi hati untuk memikul susu lalu menjualnya di pasar pagi, ia yang dengan semangat mengumpulkan pakaian-pakaian layak pengisi bazar murah bagi rakyat desa yang semarak menyambut kerjanya.

Ia seperti ‘Umar yang tak pernah mau kompromi dengan kejahiliahan. Suatu waktu di sekolah, hingar bingar teriakan dan gerak-gerak tak karuan anggota ekskul itu mengusiknya, ia yang menjadi pemimpin masjid sekolahnya tak rela musik itu menyentak-nyentak kehkusyuan  para pemuda yang kelak kan mendapat sesuatu yang telah di janjikanNya : Naungan di hari akhir bagi mereka yang mencintai masjid. Layaknya ‘Umar, ia menerjang, menghardik dan kemudian hilanglah hingar itu. Tapi tahukah? Bertahun-tahun kemudian seorang yang pernah ia hardik itu menyapanya “Masih ingat saya, Pak? Saya sekarang dah tobat ko :)”. 

Ialah ‘Umar yang yang pernah ku rasakan ‘sentuhan’ tangannya di bibirku yang protes tak mau mengaji, yang tangannya cepat menampar kaki kecilku yang terbungkus kain ketat. Ah...ia galak, cuek  tapi juga menawanku. Ia juga lembut pada ibunya, menjadi tongkat bagi sang ibu, yang meski kesulitan berjalan tak juga mau menerima tawaran anaknya itu untuk menggendongnya. Aku cemburu...

Lalu...berlalulah sebuah masa sulit yang menyamarkan sifat keras, memperjelas lembutnya yang samar sejak lama. Sejak saat itu ia menjadi ‘Utsman yang dengan malu-malu  merentangkan tangannya dan memelukku! Ia menjadi  oase kecil yang membasahi  ruhku yang kemarau “Kau seperti kerang, Allah mengujiMu dengan butiran pasir yang menyakitiMu, maka apa yang kan Kau pilih? Menyerah kalah dan menjadi kerang konsumsi yang kemudian dicampakkan, atau menjadi pemenang yang dengan kesakitan itu kau berjuang membuat pasir-pasir menjadi mutiara?, terserah, Ilih mau pilih yang mana?”. Tesss...tessss...Ah... Aa, kau jadi ‘Umar ataupun ‘Utsman selaluuuu aja bikin adikMu ini banjir air mata....



Selasa, 24 Januari 2012

Futur itu Bikin Keren

Menjadi seorang musafir yang tak tahu jalan, terkadang kita terperosok kedalam cekungan-cekungan tanah. Mungkin itulah futur, saat kita terjebak dalam sebuah lubang cekung raksasa tanah gembur yang justru sedang asyik-asyiknya kita tanami. Semakin dalam futur itu, maka kan terasa semakin gelap, sesak...

Kondisi yang tak nyaman, hampir pasti selalu membuat sang pelakunya 'bergerak', entah karena ia gelisah ataupun karena rencana-rencana yang telah ia susun untuk meninggalkan kondisi tak nyaman itu.

Bayangkan saat kita terjebak dalam sebuah lubang yang pengap, setidaknya kaki kita kan menjejak-jejak agar dapat menggapai  pinggiran lubang dan kemudian keluar. Maka itulah juga yang seharusnya kita lakukan saat futur menjebak kita, menjejak-jejakkan kaki...memaksakan diri bergerak meski teramat berat...Sedikit demi sedikit, jejakan kaki kita kan membentuk anak tangga menuju kembali tanah datar nan terang, bahkan saat kita mencapainya dengan payah, kita kan semakin besyukur dan tentu semakin bersemangat.

Itulah kita, ketika kurva iman kita menukik rendah, ia tak kan terjun berlama-lama, ia kan naik sedikit, sedikit, sedikit dan melebihi puncak tertinggi kurva iman kita sebelum futur menghadang. Dan gambaran kurva kita keseluruhan adalan : NAIK. Subhanallah, bukan?


Tak Hanya Untuk Kita...

Proyek akhirat itu telah berakhir, menyisakan sebuah perasaan aneh yang membuatku sering merenung...

Seminar muslimah bertema Cantik Bersama Al-Qur'an adalah garapan kami yang pertama. Semata karena pertolongan Allah, acara itu memikul sukses yang tak terperi. jumlah peserta yang memuaskan, pemateri yang diluar dugaan ternyata begitu luar biasa, hingga carik-carik pesan kesan yang membuat diri ini 'merinding' nyaris tak percaya...

Sampai ketika seorang mempertanyakan 'untung' yang didapat. Sementara karena proyek itu, banyak hari yang terlewat tampa hafalan yang bertambah, dhuha-dhuha yang sering kali membuatku berteriak "maa sya Allah...terlewat!" dan 'amaliyah  lain yang nyaris tak pernah maksimal.

khoirunnaas anfauhum linnaas...
Satu-satumya nasehat yang membuatku bersyukur. Beruntung selalu ada 'ayah' yang kembali menguatkan...Bahwa tak seharusnya 'untung' diri itu menjadi tolak ukur, lihatlah dari lebih banyak sisi, bahwa ternyata banyak orang yang akhirnya 'terbantu' dan 'menemukan' kembali cercah-cercah cahaya sempat hilang, keilmuan mereka terfasilitasi karena kerja kita, golongan-golongan yang 'terserak' itu berkumpul sama tinggi sebagai para pecinta ilmu yang kemudian memetik buah semangat sebagai para sahabat Al-Qur'an...itulah 'untung' kita yang hakiki...manfaat yang orang lain rasakan.

Alhamdulillah...Semata karena PertolonganNya...
Sehari setelah proyek itu, ujian kampus seakan menjadi pelengkap 'galau'ku yang masih tersisa...ikhlas...
Dan berakhirlah ujian itu 'seadanya', nilai yang 'seadanya' karena ikhtiar yang juga 'seadanya'. Tampaklah kini secuil kapasitas diri yang teramat jauh dari kesan yang zahir. Jika Yusuf Qardhawi dengan aktifitas dakwahnya  kemudian mendapat sebuah 'hadiah' mimpi soal-soal ujian yang ternyata tertulis sama dikertas ujian keesokan harinya, maka aku...jangan pernah tanyakan itu.

Yang jelas kini, masih banyak yang mesti dibenahi. Bekerja dalam aktfitas dakwah seharusnya juga membuat lejitan-lejitan prestasi ruhiyah, akliyah dah jasadi melesat jauh. Peer yang kan menyita seumur hidup kita. Kemudian kerja itu kelak tak hanya untuk kita...

Kamis, 05 Januari 2012

Menggambar Penikahan Kita

Menggambar sebuah pernikahan...
Inspirasi-inspirasi itu memenuhi jalan fikirku, seharian bahkan menbuat bekas-bekas yang sering kali membuatku...'ingin' seperti mereka...

Berawal dari sebuah pondok ilmu yang bertahun ditinggal, ke dua orang itu hanya sebatas kenal, tak pernah tahu lebih dari hanya sekedar nama...takdir Allah jua yang akhirnya mempertemukan mereka kembali, di sebuah tempat para penghafal qur'an. Menyelesaikan hafalan sekaligus akademik dengan gemilang (menurutku) diusia muda dan kemudian 'menjemput' sang bidadari yang ternyata telah dikenalnya bertahun lalu..."kita dipertemukan bukan karena cinta, tapi karena cita-cita" kenangnya...Dan di bulan-bulan awal pernikahan mereka, anugrah Allah itu begitu dekat, ruh kecil itu berdetak dalam lantunan tilawah sang istri yang kemudian sukses merampungkan tiga puluh juz hafalannya...Subhanallah...

Berbeda...dan lihat barokah itu pada keduanya....
Ini kisah lain yang menjejak dalam...

Wanita itu, berada dalam lingkungan keluarga saudagar...jilbabnya mungil, praktis dan gak terlalu 'ng-akhwat' jika dibandingkan para jilbaber masa itu, dua puluhan tahun yang lalu...
Lelaki itu, baru menjejak kembali tanah air setelah sembilan tahun menuntut ilmu, sebagai mahasiswa Al-Azhar, Kairo. Ia yang dahaga ilmu, yang juga menjalani proses tarbiyah secara langsung di tanah para ikhwah.

Kemudian...Perjodohan itu dimulai, membawa misi 'penyelamatan' yang telah disyuro'kan oleh keluaga pihak lelaki.Sang wanita yang ternyata masih tergolong saudara itu kemudian juga turut serta dalam perjalanan menjemput sang lelaki dari bandara. Pertemuan pertama itu lucu...Wanita itu polos, menjulurkan tangan tanda penghormatan, tapi sang lelaki menolak dan kemudian asyik mengobrol wasweswos (bahasa arab) dengan kakak lelakinya. "Sombong!" pikir wanita itu...  

Rencana penikanah berbalut adat istiadat itu gagal, sang lelaki dengan cerdik menantang "Jika dalam pernikahannya memakai adat istiadat, saya tidak akan menikah". Calon mertua yang sudah kadung jatuh hati itu tak rela kehilangan calon menantu yang dianggap akan menjadi pembimbing yang baik tidak hanya untuk anaknya, tetapi juga untuk keluarga besar yang selama ini terlalu gersang dengan kesibukan duniawi. Pernkahan itu kemudian digelar sederhana dan 'aneh', tak ada acara siraman apalah lagi saweran...

Suatu hari di rumah mereka, sang istri memasang wajah lelah yang berlekuk-lekuk, ia yang bungsu tak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Higga sang suami pulang dari tugas dakwahnya, melihat sang isteri yang tak biasa dan tak mau bicara, ia kemudian menangis, bahkan terisak, sang isteri terkejut luar biasa, kemudian mendekat dan terdengar lirih "Apa yang terjadi Dinda? Maafkan abi jika salah, tapi abi mohon bicaralah, biar abi tahu apa salah abi" lalu mereka berdua larut dalam tangis...

Sebuah undangan mengisi acara itu dipenuhinya dengan baik. Panitia acara kemudian menyalami dan berterima kasih. Ia baru tersadar tak membawa apapun. Hujan lebat malam itu mengguyur tubuh kecilnya yang menyusur jalan, hingga kemnudian ia temukan sebuah taksi, membayarnya di rumah dengan sambut bingung sang isteri. Kuyup...dan bergegas membersihkan diri, shalat dan kemudian berdoa dengan lirih tersedu..."Ujian keihklasan untuk abi..."

Subahanallah...
gambar-gambar itu seharusnya juga mejadi mimpi kita, bahwa pernikahan menjadi tempat tarbiyah yang membuat kita semakin bertambah ilmu, semakin sabar, semakin ikhlas dan lembut hati. Menjadikan kita semakin dekat denganNya. Mari memulai mimpi itu sekarang, meluruskan niat, memperbaiki diri, dan mengukir visi misi dalam do'a-do'a yang menggetarkan arasy...

Lanjutan kisah yang menjejak dalam itu...
Mereka telah dikarunia lima orang anak dan semuanya menghafal al-qur'an. Sang isteri kini menjadi bagian penting organisasi muslimah yang merangkul lebih dari dua puluh majelis ta'lim. Sedangkan sang suami, kegiatan hariannya tak pernah lepas dari dua hal : menuntut ilmu atau mengamalkannya.

Awalnya mereka Berbeda...tapi sekarang, lihat barokah itu pada keduanya....