Pages

Jumat, 27 Januari 2012

Ikhwan Pertamaku



Ia ikhwan pertama yang kukenal. Aktifitas dakwahnya lah yang membuatku jatuh hati. Di rumahnya yang hangat, seringkali menjadi semakin hangat  dengan banyaknya makhluk-makhluk berjenggot tipis dan jilbab-jilbab lebar yang berkibar anggun. Damai...

Jaket dongker berlapis merah yang ia kenakan berjahit dakwah, dakwah yang cerah secerah pemiliknya. Sandal jepitnya yang sederhana menghilang saat lingkaran-lingkaran mingguan berlangsung.
  
 Ah... ia sempurna, ia yang tak tinggi hati untuk memikul susu lalu menjualnya di pasar pagi, ia yang dengan semangat mengumpulkan pakaian-pakaian layak pengisi bazar murah bagi rakyat desa yang semarak menyambut kerjanya.

Ia seperti ‘Umar yang tak pernah mau kompromi dengan kejahiliahan. Suatu waktu di sekolah, hingar bingar teriakan dan gerak-gerak tak karuan anggota ekskul itu mengusiknya, ia yang menjadi pemimpin masjid sekolahnya tak rela musik itu menyentak-nyentak kehkusyuan  para pemuda yang kelak kan mendapat sesuatu yang telah di janjikanNya : Naungan di hari akhir bagi mereka yang mencintai masjid. Layaknya ‘Umar, ia menerjang, menghardik dan kemudian hilanglah hingar itu. Tapi tahukah? Bertahun-tahun kemudian seorang yang pernah ia hardik itu menyapanya “Masih ingat saya, Pak? Saya sekarang dah tobat ko :)”. 

Ialah ‘Umar yang yang pernah ku rasakan ‘sentuhan’ tangannya di bibirku yang protes tak mau mengaji, yang tangannya cepat menampar kaki kecilku yang terbungkus kain ketat. Ah...ia galak, cuek  tapi juga menawanku. Ia juga lembut pada ibunya, menjadi tongkat bagi sang ibu, yang meski kesulitan berjalan tak juga mau menerima tawaran anaknya itu untuk menggendongnya. Aku cemburu...

Lalu...berlalulah sebuah masa sulit yang menyamarkan sifat keras, memperjelas lembutnya yang samar sejak lama. Sejak saat itu ia menjadi ‘Utsman yang dengan malu-malu  merentangkan tangannya dan memelukku! Ia menjadi  oase kecil yang membasahi  ruhku yang kemarau “Kau seperti kerang, Allah mengujiMu dengan butiran pasir yang menyakitiMu, maka apa yang kan Kau pilih? Menyerah kalah dan menjadi kerang konsumsi yang kemudian dicampakkan, atau menjadi pemenang yang dengan kesakitan itu kau berjuang membuat pasir-pasir menjadi mutiara?, terserah, Ilih mau pilih yang mana?”. Tesss...tessss...Ah... Aa, kau jadi ‘Umar ataupun ‘Utsman selaluuuu aja bikin adikMu ini banjir air mata....



Tidak ada komentar: