Perempuan itu, seneng banget kalo dibilang cantik, hanya
sedikit dari mahkluk halus ini yang ‘cuek bebek’ kalo denger kata ‘cantik’ menimpa
dirinya.
Makanya, perempuan itu, seneng banget dandan, mulai dari
ujung jari sampe ujung rambut pasti perhatian, ga beda antara yang punya banyak
kain sama yang kurang banyak kainnya, mereka mirip soal yang satu ini. Lagi, hanya
sedikit dari mahkluk halus ini yang ‘cuek bebek’ soal tampilan zahir mereka.
Intinya, perempuan itu, seneng banget jadi pusat perhatian
yang ‘baik’.
Hayo ngaku ?!
Nah, dari ‘kebutuhan’ perempuan sendiri inilah akhirnya banyak yang kesengsem pengen
ikut aneka kontes, biar ‘kebutuhan’nya tersalurkan dan dapat timbal balik
berupa :
1.
Dibilang cantik
2.
Dibilang pinter
3.
Dibilang berprestasi
4.
De el el yang merupakan pandangan manusia.
Ditambah lagi, kontes-kontesnya banyak yang mensponsori
bahkan sampe tayang ke luar negeri, waaah, asiiiik jadi pusat perhatian!
Gituuu, tuuuh perempuan, ga semuanya sih, contohnya aku yang
ga minat ikut-ikutan, selain karena pasti tereliminasi ditahap awal seleksi,
aku punya cara pandang lain tentang ‘kebutuhan’ ini.
Aku sesekali nonton kontesnya, sesekali mengunggulkan
salahsatu dari mereka, sesekali berdecak kagum dengan detil-detil beauty, brain, behavior mereka, dan sesekali
juga ‘iri’.
Satu point penting lagi, beberapa perempuan seneng banget
bikin perempuan lain ‘iri’, jadi ga heran lagi kan, kenapa kalo arisan atau
pengajian, ibu-ibu maksimal sekali berdandan.
Hey, kau perempuan! Seperti itu jugakah kau? Aku? Karena ini
tulisanku, maka inilah juga rasaku sebagai perempuan, tak menyangkal, aku butuh
pujian, aku butuh perhatian dan terkadang merasai kepuasan saat kawanku
merengek “iiih, bajunya lucuuu, beli dimana?”
Mungkin itu fitrah kita, sista.
Dan pada banyak ‘kebutuhan’ kita, Allah telah memberi jalan
terbaik meraihnya.
Berdandanlah secantik yang kau mau, pakailah pakain terbaik
yang membuat segala indahmu kian terpancar, sempurnakan penampilanmu dengan
parfum terwangi yang kau punya, di depan suamimu, ya, hanya dihadapannya, dan
beri tahu ia agar tak malu memujimu.
Dan lagi, jika kau sepertiku yang belum menemukan lelaki
bernama suami, sedikit yang ku tahu, saat ‘kebutuhan’ itu kian menumpuk dan kesempatan
memenuhinya terbuka lebar dengan sponsor bergengsi dan manusia yang berlomba
meraihnya, tanyakan satu hal, “Ridha kah Allah?” dan saat itu pula nurani kita
menjawabnya lantang “TIDAK, meski separuh manusia di bumi ini membenarkan,
bukan ini yang Allah ingin darimu!” dan kita kembali bertanya, menuntut bahkan “Bilakah
jalan Allah itu cepat datang?”.
Pasti ada saat kita seperti itu. Tak mudah memang,
mempertahankan iman di saat segala fasilitas duniawi terhidang demi mengiris
sedikit iman kita.
*Itu iman, iman yang gelisah.
“Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan dengan aneka ujian sampai-sampai berkatalah Rasul dan orang-orang
yang beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’” (Q.s Al-Baqarah [2] : 214).
Dan saat hal itu terjadi, kita hanya perlu memejamkan mata,
meyakinkan keberatan hati kita dengan berkata “Jika ini perintah Ilahi, Dia
tidak akan pernah menya-nyiakan iman dan amal kita.”, kemudian kembali
melangkah di jalan yang diridhaiNya.
Iman adalah mata yang
terbuka,
Mendahului datangnya
cahaya
Tapi jika terlalu silau,
pejamkan saja
Dan rasakan hangatnya
keajaiban
*inspiring book : Dalam Dekapan Ukhuwah, gurunda Salim A. Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar