Pages

Rabu, 24 April 2013

memaknai UeN



Jelang UN, sekre DKM kami tegang...
Pertemuan kali itu adalah ikrar, agar kami selalu mematri jujur, bagaimanapun kondisinya nanti.

Dan niat baik itu bekerja dengan sempurna, memberi kepuasan terhebat bagi si empunya...

Merasa tak belajar dengan serius, Ujian Nasional sekolahku di tingkat SMA menjadi menakutkan. Yang kuseriusi saat itu hanyalah satu : Menjadi Anggota Dewan Keluarga Masjid Al-Mujtahid SMA Negeri 22 Bandung, kegiatan itu menjadi sebuah nikmat yang tak pernah mau kulepas meski telah menginjak 'masa kritis' kelas tiga.

Tiga hari jelang ujian, aku kebut-kebutan belajar, mendatangi rumah Risma sahabatku untuk menekuni matematika, sepanjang sore dengan hujan yang benar-benar lebat.

Saat pulang, perjalanku terhenti, ngeri melihat banjir yang merendam hampir setengah badan mobil yang nekat melaju. Aku gelisah, jarakku kini tak memungkinkanku kembali ke rumah Risma, tapi di depanku air kecokelatan itu masih meluap-luap, bismillaah, kuambil keputusan itu, melawan arus dan terus berjalan hati-hati, terkadang kakiku terjerembap pada lubang-lubang jalan yang tak terlihat, mulanya hanya kauskaki yang mulai kurasakan basah, semakin lama lututku turut basah, "Rabbi....Engkau Maha Melihat, lihatlah usaha hambaMU ini, kasihanilah ya Rabb, Hamba ingin lulus.", dan saat kunaiki angkot yang akan mengantarku pulang, separuh badanku kuyup, alhamdulillah jarak rumahku tak terlalu jauh...

Hari berikutnya, tugas fisika sebagai gambaran ujian harus kami kerjakan, bergegas kunaiki sepedaku menuju rumah Widias, mencoret-coret kertas dengan rumus-rumus yang membuatku terkagum : ternyata mudah sekali :D. 

Magrib, aku telah selesai dengan kertas jawaban yang masih kasar dan berantakan, akan kusalin kembali saat tiba rumah, fikirku... Lambat kukayuh sepeda yang sama sekali tak feminin itu. Hari telah gelap, penerangku hanyalah lampu-lampu kendaran yang masih hilir mudik, dalam perjalanan itu aku terus saja mengingat sahabat-sahabatku yang selama tiga tahun ini telah menjadi lebih seperti saudara, aku akan sangat merindukan mereka. Tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku, kuhentikan laju sepedaku, mencari sekitar sumber suara, tak ada, kulanjutkan mengayuh, dan suara itu semakin jelas, lampu kendaraan yang melintas membantuku melihat dua buah motor yang menepi, Sule, Hen-hen memanggilku keras-keras, aku gugup, kudekati mereka, bertanya kenapa mereka ada di sini dan untuk apa, ternyata teman-teman ikhwanku itu telah ke rumahku, tak mendapatiku di sana, mereka hendak pulang, tapi akhirnya bertemu denganku di tengah jalan, mereka telah bekeliling untuk mencocokkan tugas fisika yang baru saja kukerjakan, mereka juga ingin mencocokkan milikku, plus beberapa soal yang masih belum terisi. Akhirnya mereka kembali ke rumahku, sedikit berbincang, meng-copy lembar jawaban dan kemudian pulang, Hmm untuk pertama kalinya malam mingguku bersama Sule, Hen-hen dan ricky :D.

Ujian hari pertama lancar... Alhamdulillaah...

Hari kedua di pelajaran matematika,
Aku tak peduli sekitarku kasa-kusuk, kami telah berjanji...maka kukerjakan soal-soal itu sendiri, posisi dudukku yang paling depan, mendukungku untuk tidak 'berkomunikasi' dengan temanku yang lain. Sampai di satu soal yang aku lupa rumusnya, kukerjakan dengan manual, menghabiskan hampir setengan kertas aku mengkotret ( hehe..apa ya bahasa Indonesianya???), dan itu adalah kesalahan fatal, aku menghabiskan terlalu banyak waktuku di satu soal, hingga bel berbunyi aku masih mengerjakan soal-soal itu, semua bergegas mengumpulkan soal, yang lain berseru "Bu, kasihan Lilih, biarin aja bu!" "Buuu...kasih tau aja ya bu, kasihan." rengek mereka pada pengawas yang berdiri tepat di depan mejaku, mungkin iba, temanku yang melihat kertas jawabanku, memberiku isyarat di kolom-kolom yang belum kuisi, dua soal, hanya dua dan pengawasku membiarkannnya! Aku bingung, haruskah kuisi dengan jawaban mereka? aaaah....mungkin rizki fikirku :D.

Selesai..... Meski banyak sekali yang kuisi dengan asal melingkari :(
Buru-buru kutuju masjid, shalat dhuha dan menangis "Rabb, maafkan jika aku tak maksimal berikhtiar, tapi tolonglah Ya Allah, luluskan aku.". Setelah selesai shalat, aku pulang, sampai di gerbang sekolah aku melihat banyak sekali temanku dari kelas lain juga menangis, setelah kutanya, ternyata mereka menangis karena rencana yang telah dibuat agar bisa bekerjasama berantakan, pengawas mereka benar-benar galak, sedikit melirik saja, mereka akan kena semprot, kulihat Shofwan yang paling pintar itu juga terlihat agak menyesal, karena tak bisa 'membantu' teman-teman sekelasnya. Segala puji, selalu dan hanya milikNya, kusyukuri hari ini bukan karena 'mensyukuri' mereka, tapi karena ikrar kami sebelum ujian itu yang telah membuatku setidaknya merasa tenang karena tak berupaya melakukan sesuatu yang tak diridhaiNya...

Begitulah, dan saat nilai kelulusan diumumkan, nilai matematikaku lebih besar beberapa digit dibelakang koma dari nilai minimal kelulusan :D. Aku bersyukur, do'aku terkabul dan benar-benar sesuai, hanya untuk lulus :D. 

Adik-adikku...ujian sekolah bukan hanya soal besar tidaknya atau lulus tidaknya nilaimu, lebih dari itu, ini adalah arena yang mempertaruh yakinmu akan Ia Yang Maha Melihat...

So, azamkan niat untuk selalu jujur dan menjauhi apa yang tidak diridhaiNya, dengannya, usahamu kan lebih dari yang kau kira, yakinmu merambat naik, dan kelak kau dapatkan kejutan-kejutan menyenangkan atas usahamu 'menyenangkan'Nya ^^. SEMANGKAAAAAAA !

Tidak ada komentar: