Pages

Sabtu, 20 April 2013

Jangan Usik Aku



Berbulan-bulan lalu, setahun, mungkin lebih...
Candaku pada sahabatku yang bernama ‘Kebaikan’ : ‘ia’ haafidz? Jodohin sama ane yah :D !

Kemudian...
Sahabatku itu menunjukkan sebuah video saat ‘ia’ membaca apa yang telah dihafalnya. Saat pertama kali kulihat wajahnya, aku benar-benar merasakan perubahan ekspresi wajahku...bukan ‘ia’ kurasa...

Lalu, setahun berikutnya ‘ia’ datang ke rumahku lewat sebuah berita : ‘ia’ telah lama memperhatikanku. Dan aku luluh pada caranya, meski kemudian tak lagi ada berita, karena sang ibu belum memberinya restu sebelum studi yang tinggal penyusunan tugas akhir itu selesa. KESAL, padanya yang tak bersiap dengan baik, KESAL padanya yang lalai pada sesuatu yang penting.

Dalam rentang itu, segala informasi tentang ‘ia’ begitu menarik. Maha Suci Allah yang membolak-balik setiap hati, dan saat ini aku ‘ingin’ Allah membawanya padaku meski aku tahu semua tanpa kepastian. ‘ia’ terlalu shalih, yakinnya pada Allah membuatnya mengalir tenang tanpa beban, tanpa sedikitpun kata, sedang aku terlalu kacau...

Kemudian, ‘mas gagah’ yang benar-benar kucintai memberiku pilihan lain...Rabbi...Engkau Yang Maha Tahu, kurasakan ekspresi wajahku berubah, sama seperti saat ‘ia’ pertama kulihat.

Aku hanya ingin berusaha adil, membuka kesempatan, bicara, bermusyawaraha, beristikharah lalu memutuskan, bagi siapapun, itulah prosesnya! Maka jangan ganggu hatiku dengan ‘kecaman’ yang membuatku merasa tak punya pilihan dan merasa tak berharga, karena itu membuka luka lamaku.

Aku ingin menjadi orang yang bersyukur, sungguh...
Maka jangan ganggu hatiku dengan pujian ‘kau hebat’, yang jika kuterjemah bersama notasimu, berarti ‘kriteriamu terlalu tinggi’. Hey, bukankah aku belum menggenap ad-din ini? Kenapa harapku kalian anggap mimpi, sedangkan yang nyata belum hadir?

Aku ingin imamku adalah yang teramat cengeng di hadapanNya, dalam setiap simpuh hidup malamya, ia terisak mengingat setiap dosa yang terus beranak pinak, yang bahunya terguncang hebat ditiap-tiap tilawahnya, dan tak satupun yang tahu. Kemudian di hidupnya yang ter-lentera-i matahari, ia membumi, setiap do’anya “Rabb, jadikan aku dalam pandang manusia sebagai hambaMu yang biasa saja, dalam pandang diriku sebagai seburuk-buruk hamba, dalam pandanMu sebagai sebai-baik hamba.”. Ia tawadhu, tak berselera akan puji yang bernyawa, namun tak meremeh-kerdilkan mereka.

Imamku sulit dicari bukan? Ya, karena akupun tak tahu ia seperti itu! Ia Uwais Al-Qarni di masa yang kusebut diriku sebagai wanita, istri dan ibu yang shalihah –dalam do’a-, ia terus hidup meski yang ia cintai telah terdulu pamit...(yang baca do’ain Abah nih :D)

Aku hanya pekerja, Tuhankulah penentu keputusan akhirnya
Jangan usik kerjaku
Jika usikan itu hanya membuatku ragu
Pada kerjaNya Yang Maha Teliti. 

Tidak ada komentar: