Jelang UN, sekre DKM kami tegang...
Pertemuan kali itu adalah ikrar, agar kami selalu mematri jujur,
bagaimanapun kondisinya nanti.
Dan niat baik itu bekerja dengan sempurna, memberi kepuasan
terhebat bagi si empunya...
Merasa tak belajar dengan serius, Ujian Nasional sekolahku di
tingkat SMA menjadi menakutkan. Yang kuseriusi saat itu hanyalah satu : Menjadi
Anggota Dewan Keluarga Masjid Al-Mujtahid SMA Negeri 22 Bandung, kegiatan itu
menjadi sebuah nikmat yang tak pernah mau kulepas meski telah menginjak 'masa
kritis' kelas tiga.
Tiga hari jelang ujian, aku kebut-kebutan belajar, mendatangi
rumah Risma sahabatku untuk menekuni matematika, sepanjang sore dengan hujan
yang benar-benar lebat.
Saat pulang, perjalanku terhenti, ngeri melihat banjir yang
merendam hampir setengah badan mobil yang nekat melaju. Aku gelisah, jarakku
kini tak memungkinkanku kembali ke rumah Risma, tapi di depanku air kecokelatan
itu masih meluap-luap, bismillaah,
kuambil keputusan itu, melawan arus dan terus berjalan hati-hati, terkadang
kakiku terjerembap pada lubang-lubang jalan yang tak terlihat, mulanya hanya
kauskaki yang mulai kurasakan basah, semakin lama lututku turut basah,
"Rabbi....Engkau Maha Melihat, lihatlah usaha hambaMU ini, kasihanilah ya
Rabb, Hamba ingin lulus.", dan saat kunaiki angkot yang akan mengantarku
pulang, separuh badanku kuyup, alhamdulillah jarak rumahku tak terlalu jauh...
Hari berikutnya, tugas fisika sebagai gambaran ujian harus kami
kerjakan, bergegas kunaiki sepedaku menuju rumah Widias, mencoret-coret kertas
dengan rumus-rumus yang membuatku terkagum : ternyata mudah sekali :D.
Magrib, aku telah selesai dengan kertas jawaban yang masih kasar
dan berantakan, akan kusalin kembali saat tiba rumah, fikirku... Lambat kukayuh
sepeda yang sama sekali tak feminin itu. Hari telah gelap, penerangku hanyalah
lampu-lampu kendaran yang masih hilir mudik, dalam perjalanan itu aku terus
saja mengingat sahabat-sahabatku yang selama tiga tahun ini telah menjadi lebih
seperti saudara, aku akan sangat merindukan mereka. Tiba-tiba terdengar suara
yang memanggil namaku, kuhentikan laju sepedaku, mencari sekitar sumber suara,
tak ada, kulanjutkan mengayuh, dan suara itu semakin jelas, lampu kendaraan
yang melintas membantuku melihat dua buah motor yang menepi, Sule, Hen-hen
memanggilku keras-keras, aku gugup, kudekati mereka, bertanya kenapa
mereka ada di sini dan untuk apa, ternyata teman-teman ikhwanku itu telah ke
rumahku, tak mendapatiku di sana, mereka hendak pulang, tapi akhirnya bertemu
denganku di tengah jalan, mereka telah bekeliling untuk mencocokkan tugas
fisika yang baru saja kukerjakan, mereka juga ingin mencocokkan milikku, plus
beberapa soal yang masih belum terisi. Akhirnya mereka kembali ke rumahku,
sedikit berbincang, meng-copy lembar jawaban dan kemudian pulang, Hmm untuk
pertama kalinya malam mingguku bersama Sule, Hen-hen dan ricky :D.
Ujian hari pertama lancar... Alhamdulillaah...
Hari kedua di pelajaran matematika,
Aku tak peduli sekitarku kasa-kusuk, kami telah berjanji...maka
kukerjakan soal-soal itu sendiri, posisi dudukku yang paling depan, mendukungku
untuk tidak 'berkomunikasi' dengan temanku yang lain. Sampai di satu soal yang
aku lupa rumusnya, kukerjakan dengan manual, menghabiskan hampir setengan
kertas aku mengkotret ( hehe..apa ya bahasa Indonesianya???), dan itu
adalah kesalahan fatal, aku menghabiskan terlalu banyak waktuku di satu soal,
hingga bel berbunyi aku masih mengerjakan soal-soal itu, semua bergegas
mengumpulkan soal, yang lain berseru "Bu, kasihan Lilih, biarin aja
bu!" "Buuu...kasih tau aja ya bu, kasihan." rengek mereka pada
pengawas yang berdiri tepat di depan mejaku, mungkin iba, temanku yang melihat
kertas jawabanku, memberiku isyarat di kolom-kolom yang belum kuisi, dua soal,
hanya dua dan pengawasku membiarkannnya! Aku bingung, haruskah kuisi dengan
jawaban mereka? aaaah....mungkin rizki fikirku :D.
Selesai..... Meski banyak sekali yang kuisi dengan asal melingkari
:(
Buru-buru kutuju masjid, shalat dhuha dan menangis "Rabb,
maafkan jika aku tak maksimal berikhtiar, tapi tolonglah Ya Allah, luluskan
aku.". Setelah selesai shalat, aku pulang, sampai di gerbang sekolah aku
melihat banyak sekali temanku dari kelas lain juga menangis, setelah kutanya,
ternyata mereka menangis karena rencana yang telah dibuat agar bisa bekerjasama
berantakan, pengawas mereka benar-benar galak, sedikit melirik saja, mereka
akan kena semprot, kulihat Shofwan yang paling pintar itu juga terlihat agak
menyesal, karena tak bisa 'membantu' teman-teman sekelasnya. Segala puji, selalu
dan hanya milikNya, kusyukuri hari ini bukan karena 'mensyukuri' mereka, tapi
karena ikrar kami sebelum ujian itu yang telah membuatku setidaknya merasa
tenang karena tak berupaya melakukan sesuatu yang tak diridhaiNya...
Begitulah, dan saat nilai kelulusan diumumkan, nilai matematikaku
lebih besar beberapa digit dibelakang koma dari nilai minimal kelulusan :D. Aku
bersyukur, do'aku terkabul dan benar-benar sesuai, hanya untuk lulus :D.
Adik-adikku...ujian sekolah bukan hanya soal besar tidaknya atau
lulus tidaknya nilaimu, lebih dari itu, ini adalah arena yang mempertaruh
yakinmu akan Ia Yang Maha Melihat...
So, azamkan niat untuk selalu jujur dan menjauhi apa yang tidak
diridhaiNya, dengannya, usahamu kan lebih dari yang kau kira, yakinmu merambat
naik, dan kelak kau dapatkan kejutan-kejutan menyenangkan atas usahamu
'menyenangkan'Nya ^^. SEMANGKAAAAAAA !