Pages

Kamis, 21 Februari 2013

Lembah Keberkahan Part 4


Ruang daurah kami hanya sebuah masjid kecil dengan banyak pintu kaca yang terbagi dua oleh tabir hitam tipis yang terawang jika terkena cahaya. In focus yang dipasang pertengahan lebih sering menjengkelkan bagi peserta akhwat, tabirnya terlalu tinggi untuk kondisi duduk lesehan, terlebih, kami kecewa karena tak bisa melihat guru kami dengan lebih jelas, padahal seharusnya dalam pembelajaran Al-quran ada istilah talaqi, sehingga murid dan guru bisa saling melihat dan memperhatikan tehnik-tehnik bacaan, akan lebih sulit jika kita mempelajari ayat-ayat gharibah tanpa bisa melihat guru, bahkan beberapa temanku yang secara psikologis termasuk tipe visual sering terkantuk-kantuk dan kurang konsentrasi.

Ruangan yang bertabir tak bisa meredakan rasa gugup kami bertiga, hanya Nabila yang terlihat lebih tenang, nampaknya ia telah terbiasa menghadapi kondisi seperti ini di sekolahnya Husnul Khotimah. Berbeda, temanku yang berkebangsaan Solo :D terlihat tegang sekali, berkali-kali ia meremas pergelangan tanganku dan meluapkan kegugupannya, hingga kemudian Nabila maju ke depan menjadi peserta tes pertama, aku makin gugup, tak sadar ku lepaskan gelayut tangan teman Soloku itu dan sedikit meninggikan suara "Sudah, nanti aku tambah gugup". lalu ia terdiam di sampingku, beberapa menit ujian berlalu dan aku merasa benar-benar bersalah, ia yang sedari tadi terdiam di sampingku pingsan, tangan dan kakinya kaku, nafasnya tersengal, sedikit sekali tahuku tenang pertolongan pertama, kubaringkan ia yang suaranya mulai berubah menjadi tangis, aku gugup, pun Nabila yang berada persis di depan kami, Syaikh bertanya-tanya, peserta ikhwan kebingungan mencari arti kosakata bahasa Arab "Asma, Syaikh, asma???"

Kami berdua, aku dan Nabila kembali duduk dalam ruang bertabir itu, setelah sekian menit lalu kami membopong teman kali yang pingsan ke rumah ustadzah yang dekat dengan masjid. Nabila masih memburu nafasnya, aku masih bingung ketika Syaikh menanyakan kesiapan kami mengikuti ujian, "Insyaa Allaah" jawabku, dua kali beliau bertanya, mungkin masih sedikit khawatir, dan aku mengiyakannya.

Aku maju mendahului Nabila, masih bergetar dengan mushaf yang teledor kusimpan di karpet, di balik tabir Syaikh mengingatkan "Jangan simpan mushaf di bawah" katanya, kemudian memberiku perintah untuk membuka halaman berapapun yang ku mau, lucunya aku, mengeja halaman dan kemudian dipotong Syaikh "Bacalah!" katanya, aku tersenyum, aku lupa bahwa beliau telah menguasai seluruh halaman-halaman ini. Bacaanku tergetar sampai beberapa baris, kemudian berangsur nyaman dan terasa lamaaa sekali, pengalaman yang terulang kembali setelah tiga tahun lalu aku juga membaca ayat-ayat ini di depan syaikh (hmmm...dah baca tulisanku yang Kurang Ilmu kan?), pada dua ayat terakhir barulah Syaikh menghentikanku, seperti biasanya mulutnya penuh doa "MaasyaaAllaah, jazakillaah khayr", aku masih ingin berlama-lama, maka beberapa pertanyaan kuanjukan padanya yang bersambut kembali dengan doa darinya "MaasyaaAllaah su'al mumtaaz" maka mengalirlah pembicaraan kami hingga kemudian beliau memberiku rentetan nomor yang kelak bisa kuhubungi jika ada pertanyaan-pertanyaan untuknya. Berakhirlah diskusi kami dengan lagi-lagi doa yang membuatku benar-benar geer "Anti mumtaazah, anti mumtaazaah" dan akupun berdoa "jazaakumullaah khayran ya Syaikh" benar-benar dari hatiku yang terdalam.

Ba'da ashar hujan tak berhenti, aku dan Nabila menanti Syaikh untuk ujian tulis namun beliau tak kunjung datang. Jelang ifthar hari itu hatiku masih berbunga-bunga, doaku terus menerus mengisi saat mustajab, Rabbanaa, ijma'naa ma'a ahlil quran, ma'as shaalihin, ma'as shaadiqiin, ma'al mukhlishiin, ma'al 'ulamaa, ma'al khaasyi'iin...Bersama Rosulullaah, keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, pun jua keluarga kami, guru-guru kami dan sahabat-sahabat kami...

Ba'da subuh hari berikutnya kami berdua mengikuti tes tulis, tak ada Syaikh 'Abdurrahman Bakr, hanya ada Syaikh yang termuda yang belum kutahu namanya, berakhirlah ujian tulis itu dengan biasa, aku lebih menikmati ujian lisan kemarin.

Sore yang heboh karena aku menjerit tak karuan, terdengar kabar bahwa peserta yang aktif dalam daurah akan diberangkatkan 'umroh, dua orang ikhwan dan satu orang akhwat. Aku girang sekali, padahal belum tentu kebenaran berita itu, pun juga belum tentu aku yang terpilih. Kegiranganku semakin merambat naik saat teman-teman baruku itu mendoakan ku. Begini seritanya kawan, dia awal pertemuanku bersama para santri, mereka sempat heran dengan wallpapper hpku yang aneh bertuliskan 'umroh januari '13' padahal hari-hari Januari tinggal sedikit, setelah kabar hadiah 'umroh itu beredar, mereka berdoa agar hadiah itu bisa jadi taqdirku, "MaasyaaAllaah, mungkin ini jalannya ka, foto wallpapper itu kaka ambil dimana? sejak kapan kaka membuatnya" tanya mereka, kuucapkan aamiin berkali kali, kemudian menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi itu :D, "Di kasur asramaku, di Bandung, ku gantung di kayu yang jadi alas kasur tingkat dua diatasku, sengaja kubuat bulan November lalu."

Sampai saat ini aku belum tahu bagaimana hasil ujianku dan kabar hadiah 'umroh itu..

Yang kini sering kurasakan adalah, indah sekali ukhuwah itu meski hanya seumur pekan, bahwa menjadi seorang muslim yang baik adalah dengan merendahkan selalu diri dihadapan diri kita sendiri agar kualitas dan kuantitas amal itu semakin baik, karena sesungguhnya di atas keshalihan kita masih ada yang jauuuuuuh lebih shalih....Rabb, jadikan kami dalam pandangan manusia sebagai 'yang biasa', di hadapan diri kami sendiri sebangai seorang hamba yang buru, dan dalam pandanganMu sebagai hamba yang terbaik...

SELESAI

Tidak ada komentar: