22022014 23:41
Pinggangku terlilit-lilit, beberapa besi berbentuk oval siap
mengait tali dibagian lain. Beberapa kawanku bergilir, memanjat sebatang pohon
sejenis pete-petean yang memiliki bunga berbentuk bandul. Aku urung, kakiku tak
mau beranjak dari posisinya yang jongkok menopang tumpukan lengan yang memiliki
dua fungsi utama : Sebagai posisi yang membuatku terlihat serius memperhatikan
dan posisi yang tepat untuk membenamkan kepala saat tiba giliranku. Ngeriii...
A Sholeh, berambut gondrong sebahu dan nyaris selalu
berpenampilan ala pendaki gunung itu menatapku tajam, berkali memanggil namaku
tak jua gayung bersambut. Terpaksalah gayung kusambut, kukaitkan besi bentuk
oval itu dengan pasangaannya. Detak jantungku memburu, semakin kencang saat
langkah pertamaku pada kubus kecil kayu yang ditempel dengan paku dan getah.
Naik... naik... naik sampai akhirnya botol plastik aqua yang tergantung
diranting paling atas bisa kutepuk, lalu, syuuuut... tubuhku meluncur deras
sampai ke tanah, tatapanku kosong, menanti antrian kembali. Asyyyiiiik ^_^.
Begitulah salah satu agenda menyenangkan SANLAT LIBURAN di sebuah
masjid besar yang tepat bersebrangan dengan pasar Kordon Buah Batu.
Berkali-kali kuikuti, dari FIKRISMA 1, 2, 3 hingga SANLAT yang diberi nama unik
: SHINCHAN (SHoleh INofatif Cerdas dan HANif), dan aku tak pernah merasa bosan.
Belajar, Mengadu kekompakan lewat banyak permainan, Teater,
Nasyid, aneka lomba, hingga demo anti judi yang membuat kaki-kaki kecil kami
kelelahan menyusur jalan Margacinta hingga Ciwastra, menuju kantor polisi untuk
menyuarakan aspirasi, membawa berbagai amunisi, mulai dari tali rapia yang akan
menjaga barisan kami tetap rapi, hingga aneka spanduk bertulisan narsis :
“DARIPADA JUDI, MENDING CIGA ABI, NGAJI.”
Sehari jelang penutupan, kami dibagi menjadi beberapa
kelompok, setiap kelompok mendapatkan satu peta petualangan. Beberapa pos yang
berada diantara rumah penduduk harus kami selesaikan bersama, alhasil kami menjelajah
kampung sambil berbaris seperti bebek yang nurut sama roisnya. Setiap kali dateng ke satu pos, wajib ngucapin salam dan
buat keributan dengan yel-yel kelompok.
Pos hafalan do’a, pos hafalan surat, pos siroh nabi, pos
fiqh, sampe pos-pos permainan yang menguras energi karena capek ketawa, salah
satunya :
Semua anggota kelompok membentuk lingkaran besar, ditutup
matanya dan masing-masing di pinggangnya dililit rapia yang udah diseting di
pusat lingkarannya ada paku yang ketarik sama pinggang masing-masing,
dibawahnya ada botol fanta. Kebayang kan? Kecuali si rois, dia jadi instruktur yang ngarahin anggotanya biar paku bisa
masuk ke botol. Seru. Apalagi kalo roisnya
pelupa, ga inget nama-nama aggotanya yang total ada sepuluh orang. Hahay.
Hari terakhir pesantren liburan pasti banjir hadiah dan
penghargaan. Nasyid alakadarnya ditampilkan, membuat hari penghabisan itu kian
semarak. Dan tibalah pengumuman Santri Teladan, kategori paling bergengsi.
Bukan, bukan milikku, kawan, karena aku tak turut berpartisipasi saat acara mukhoyam di gunung Manglayang. Aku...
menjadi pemenang dari satu-satunya nominasi : Santri Kreatif. Ya, kategori
dadakan yang dibuat untukku karena aku menyusun sebuah lirik lagu :
Pesantren kilat FIKRISMA 3
Membuka hati, membina diri
Ayo mari kawan bersama-sama kita gabung dalam acara ini
Ayolah kawan, marilah kawan
Daripada diam, kita belajar
Untuk masa depan dunia Islam
Agar tentram hidup diakhirat nanti.
Setelah liburan berakhir, secara tak resmi aku menjadi
‘pengurus’ DKM di sana, lebih tepatnya menjadikan kobong; sekretariat sebagai
arena bermain. Kobong kami tak pernah sepi, karena banyak agenda kerja yang
dirancang disana. Salah satunya, tabligh akbar bersama Aa Gym yang kala itu
mulai tampil di layar RCTI setiap subuh buta. Tak peduli betapa riweuhnya
persiapan, di hari H acara, aku ujug-ujug menjadi ‘panitia’ sorban amal.
Luar biasa, hari itu masjid kami penuh sesak, jam’ah meluap
hingga area pasar. Saat ceramah berlangsung, kami panitia berikat pinggang
sorban mulai bergerak, merangsek ke setiap celah jama’ah yang duduk dan
kemudian merogohkan uang kedalam sorban. Selesai bertugas, kami berkumpul
kembali di kobong tercinta, mengamburkan isi tiap sorban dan menghitungnya,
tahukah? Sorbanku menjadi sorban paling gendut saat itu. Seneeeng... ^_^
Menyenangkan bukan? Bagaimana dengan masjidmu? Hayu berbagi J