Pages

Jumat, 08 Maret 2013

Mengamat Jejak Wanita 1

Ia berteriak, membuka paksa kain penutup kepalanya yang menjuntai lebar, lalu menangis sejadinya...usianya baru enam belas tahun, namun usia itulah yang mengkhawatirkan hampir seluruh anggota keluarga, kebanyakan saudaranya telah menikah, atau mungkin dinikahkan lebih tepatnya di usia mereka yang baru saja baligh, empat belas tahun! Maka hari itu, sang ukhty menghiba di kamar asramanya, seminggu lagi sebuah akad sakral akan mengganti statusnya, undangan tersebar, seluruh persiapan telah nyaris sempurna, dan ia baru saja diberi tahu!


لاَ تُنْكحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ . رواه البخاري ومسلم، والترمذي، وأبو داود والنسائي،

"Tidaklah dinikahkan seorang janda hingga ia bermusyawarah (dimintai pendapatnya), dan tidak pula dinikahkan seorang gadis hingga ia memberi izinnya. Bagaimana meminta izinnya ya Rasulallaah? dengan diamnya."

Dari hadits ini, beberapa ulama membolehkan seorang wali menikahkan anak gadisnya tanpa sepengetahuan anaknya tersebut.

Ah kawan, aku tak ingin banyak pandang akan hal ini, aku bukan faaqih yang layak membincangkannya panjang lebar, aku hanya penonton realita di sekitarku. Bagaimana penyikapan seorang wanita saat tahu dirinya telah dinikahkan tanpa apapun persiapan pribadinya, aku hanya penonton yang turut menggemas kesal kabar itu, turut khawatir akan masa depan bersama ia yang tak pernah sama sekali kita tahu, turut murung saat pelaminan itu menjadi pijakan bersama ia yang telah sah menjadi nahkoda kita.

Hingga kabar itu tak lagi rencana, langkah hari membawa kabar lain tentang sepasang pegantin baru, kabar yang jelas membuat kejutan buatku, plus heran yang bertumpuk tumpuk. Obrolan lewat telpon itu ringan, ringan sekali, suara dan tawanya renyah, sampai saat pertanyaan akan keberadaan suaminya ia tersipu "Ia disampngku". Aaaah, aku tak mengerti kenapa perubahan itu drastis sekali.

Ini cerita tentang ukhty yang lain kawan,

Pertemuan pertama dengan seorang al-akh yang menjadi teman organisasinya, ternyata menumbuh niat di hati al-akh untuk menghkitbahnya. Masa organisasi berakhir, namun peremuan itu kembali di sebuah pemeran buku, mantaplah niat menjelma ikhtiar yang gigih karena si ukhty tak sama sekali berniat menikah. Al-akh benar-benar gigih, sahabatku itu kemudian luluh, menyerah pada keinginannya untuk tak dulu menikah, dan di pelaminan itu keduanya bahagia.

Begitulah kawan, sekokoh apapun benteng seorang wanita, ia tetaplah sesosok kerinduan akan simpati, jangan pernah menggoyah benteng itu jika tak sepenuh aneka kesiapan kau miliki.

Ia sosok pemalu bahkan pada ayah dan kakeknya sendiri, maka begitulah Nabi kabarkan izinnya "dengan diamnya".

Hmmm, aku kagum pada Bunda, Bunda Khadijah adalah satu-satunya dari sekian milyar wanita yang menempatkan rasa malu pada tempat yang benar-benar sempurna dan di saat yang benar-benar sempurna. Ialah satu-satunya wanita dengan kesiapan terbaik yang berharap lelaki terbaik.

Suatu saat kutanyakan pada guruku, "Jika seorang perempuan mengkhitbah seorang lelaki bagaimana?", jawabanya serius sekali "Hal itu bukanlah masalah, karena yang kita khitbah pasti tidak sebaik Rosulullah", dari jawabannya aku jadi bertanya-tanya, jika hal itu terjadi padaku??? Ah, aku tak sebaik Bunda Kadijah, bahkan langkah awal perubahan besarnya pun belum bisa kujejaki...


ghurfatudduyuuf, sulit sekali memuat tulisan ini...



Tidak ada komentar: