Pages

Minggu, 23 Februari 2014

Masjidku Super Menyenangkan Part2



22022014 23:41


Pinggangku terlilit-lilit, beberapa besi berbentuk oval siap mengait tali dibagian lain. Beberapa kawanku bergilir, memanjat sebatang pohon sejenis pete-petean yang memiliki bunga berbentuk bandul. Aku urung, kakiku tak mau beranjak dari posisinya yang jongkok menopang tumpukan lengan yang memiliki dua fungsi utama : Sebagai posisi yang membuatku terlihat serius memperhatikan dan posisi yang tepat untuk membenamkan kepala saat tiba giliranku. Ngeriii...

A Sholeh, berambut gondrong sebahu dan nyaris selalu berpenampilan ala pendaki gunung itu menatapku tajam, berkali memanggil namaku tak jua gayung bersambut. Terpaksalah gayung kusambut, kukaitkan besi bentuk oval itu dengan pasangaannya. Detak jantungku memburu, semakin kencang saat langkah pertamaku pada kubus kecil kayu yang ditempel dengan paku dan getah. Naik... naik... naik sampai akhirnya botol plastik aqua yang tergantung diranting paling atas bisa kutepuk, lalu, syuuuut... tubuhku meluncur deras sampai ke tanah, tatapanku kosong, menanti antrian kembali. Asyyyiiiik ^_^.

Begitulah salah satu agenda menyenangkan SANLAT LIBURAN di sebuah masjid besar yang tepat bersebrangan dengan pasar Kordon Buah Batu. Berkali-kali kuikuti, dari FIKRISMA 1, 2, 3 hingga SANLAT yang diberi nama unik : SHINCHAN (SHoleh INofatif Cerdas dan HANif), dan aku tak pernah merasa bosan.

Belajar, Mengadu kekompakan lewat banyak permainan, Teater, Nasyid, aneka lomba, hingga demo anti judi yang membuat kaki-kaki kecil kami kelelahan menyusur jalan Margacinta hingga Ciwastra, menuju kantor polisi untuk menyuarakan aspirasi, membawa berbagai amunisi, mulai dari tali rapia yang akan menjaga barisan kami tetap rapi, hingga aneka spanduk bertulisan narsis : “DARIPADA JUDI, MENDING CIGA ABI, NGAJI.”

Sehari jelang penutupan, kami dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok mendapatkan satu peta petualangan. Beberapa pos yang berada diantara rumah penduduk harus kami selesaikan bersama, alhasil kami menjelajah kampung sambil berbaris seperti bebek yang nurut sama roisnya. Setiap kali dateng ke satu pos, wajib ngucapin salam dan buat keributan dengan yel-yel kelompok.

Pos hafalan do’a, pos hafalan surat, pos siroh nabi, pos fiqh, sampe pos-pos permainan yang menguras energi karena capek ketawa, salah satunya :
Semua anggota kelompok membentuk lingkaran besar, ditutup matanya dan masing-masing di pinggangnya dililit rapia yang udah diseting di pusat lingkarannya ada paku yang ketarik sama pinggang masing-masing, dibawahnya ada botol fanta. Kebayang kan? Kecuali si rois, dia jadi instruktur yang ngarahin anggotanya biar paku bisa masuk ke botol. Seru. Apalagi kalo roisnya pelupa, ga inget nama-nama aggotanya yang total ada sepuluh orang. Hahay.  

Hari terakhir pesantren liburan pasti banjir hadiah dan penghargaan. Nasyid alakadarnya ditampilkan, membuat hari penghabisan itu kian semarak. Dan tibalah pengumuman Santri Teladan, kategori paling bergengsi. Bukan, bukan milikku, kawan, karena aku tak turut berpartisipasi saat acara mukhoyam di gunung Manglayang. Aku... menjadi pemenang dari satu-satunya nominasi : Santri Kreatif. Ya, kategori dadakan yang dibuat untukku karena aku menyusun sebuah lirik lagu :

Pesantren kilat FIKRISMA 3
Membuka hati, membina diri
Ayo mari kawan bersama-sama kita gabung dalam acara ini
Ayolah kawan, marilah kawan
Daripada diam, kita belajar
Untuk masa depan dunia Islam
Agar tentram hidup diakhirat nanti.  

Setelah liburan berakhir, secara tak resmi aku menjadi ‘pengurus’ DKM di sana, lebih tepatnya menjadikan kobong; sekretariat sebagai arena bermain. Kobong kami tak pernah sepi, karena banyak agenda kerja yang dirancang disana. Salah satunya, tabligh akbar bersama Aa Gym yang kala itu mulai tampil di layar RCTI setiap subuh buta. Tak peduli betapa riweuhnya persiapan, di hari H acara, aku ujug-ujug menjadi ‘panitia’ sorban amal.

Luar biasa, hari itu masjid kami penuh sesak, jam’ah meluap hingga area pasar. Saat ceramah berlangsung, kami panitia berikat pinggang sorban mulai bergerak, merangsek ke setiap celah jama’ah yang duduk dan kemudian merogohkan uang kedalam sorban. Selesai bertugas, kami berkumpul kembali di kobong tercinta, mengamburkan isi tiap sorban dan menghitungnya, tahukah? Sorbanku menjadi sorban paling gendut saat itu. Seneeeng... ^_^

Menyenangkan bukan? Bagaimana dengan masjidmu? Hayu berbagi J

Jumat, 07 Februari 2014

Kebutuhan


Disaat aku merasa semakin buruk, ada saja orang yang yang menganggap kita shalih. Bagaimana menurutmu? haruskah aku senang? atau haruskah aku semakin malu?

Semua yang kujalani adalah murni karena aku butuh.

Menjadi anggota Rohis SMA dan menjabat menteri perempuan disana.
Nyantri kilat dimana-mana.
Jadi santri tahfidz.
Belajar bahasa arab.
Memburu setiap kajian.

Semua murni karena aku butuh. Bukan karena aku shalih.

Jika kau tau kegiatanku, mungkin di kepalamu akan ada tanda tanya besar: "Beneran Lilih teh santri?"

Ya, begitulah kesadaranku bahwa aku adalah manusia paling lalai membuatku ingin 'membayar'nya dengan upaya-upaya yang membuat Allah senang, karena aku sangat membutuhkanNya, lebih dari apapun, meski nyatanya upaya-upaya itu hanya berharga debu.

Jadi?
Aku pesimis akan diriku sendiri, tapi aku yakin Allah yang Maha Rahim melihat usahaku.

Apa kau sepertiku, kawan?
Ah, pastinya tidak. Di mataku, akulah yang terburuk meski dua rangkai doa setia mengiring prasangkaku itu : "Jadikan aku, Rabb, lebih baik dari apa yang manusia prasangkakan, dan dalam pandanganMu sebagai sebaik-baik manusia."

Jadi? apa maksud tulisan ini? berkeluh kesahkah? unjuk kelemahan kah?
Aku pernah katakan padamu, kawan, bahwa aku menulis agar ia menjadi pelembut disaat hatiku sekeras batu, saat setiap nasehat hanya menjadi pantulan suara yang 'numpang lewat' di gendang telingaku, saat aku malas 'merayu'Nya yang terlampau jauh kutinggalkan, yang terlalu sering kuduakan.

Dan satu harap yang membuatku berkesan serakah, tak tahu malu karena terlampau banyak meminta : agar sedikit yang kutulis membuat usiaku semakin panjang meski raga telah menyatu tanah, aku ingin jadi jalan kebaikan bagi siapapun, bagimu yang tak jemu membaca huruf-huruf yang berserak ini, bagimu yang kuyakin selalu lebih baik dariku. Maukah kau menjadi pewaris sekecil kebaikan yang ada padaku?