Pages

Jumat, 22 Februari 2013

Sang Perdana Menteri


Catatan Gaza-1: Sang Perdana Menteri | Seri Perjalanan Salim A Fillah

Senin, 24 Desember 2012






Oleh Salim A. Fillah 

 
AlhamduliLlah; tunai sudah Jumat kemarin (21/12) tugas 10 hari kami di Ardhur Ribath; Gaza. Kini, saya & Kak Bimo Sang Pendongeng berada di Kairo; menunaikan beberapa agenda dengan rakan-rakan mahasiswa Malaysia & Indonesia; insyaaLlah berangkat kembali pulang Senin petang waktu Mesir (24/12). Tapi 5 rekan relawan lain masih berada di Gaza menyelesaikan beberapa urusan yang tersisa. MasyaaLlah; hari-hari itu akan membekas sepanjang hidup kami; semoga menjadi nyala ilham, pengokoh iman, & pelecut 'amal tuk diri kami & siapa jua. Berikut ini adalah rangkaian beberapa catatan kecil di antara berjuta kesan kami terhadap Gaza; semoga bermanfaat. InsyaaLlah akan kami sampaikan sedikit demi sedikit; nasaluLlahash shawab.

Catatan Gaza-1: Sang Perdana Menteri

Di antara selezat-lezat nikmat bagi orang beriman adalah berjumpa Allah; kemudian berjumpa orang-orang shalih..

Seorang yang berjumpa RasuluLlah, walau hanya sekali, dan beriman kepada beliau ShallaLlahu 'Alaihi wa Sallam mendapatkan gelar SAHABAT. Dengan gelar ini mereka disifati para 'Ulama Hadits sebagai Kulluhum 'Udul (semuanya adil) & didoakan oleh muslimin sepanjang zaman "RadhiyaLlahu 'Anhum" tanpa henti hingga hari kiamat.

Perlukah kita menyesal karena tak berjumpa RasuluLlah? Jikapun iya; yang paling besar sesalnya mungkin adalah para Tabi'in. Betapa tidak; mereka berjarak amat dekat; mungkin hanya beberapa kejap saja dari perjumpaan dengan Sang Nabi. Kata orang Jawa "kepancal sak thumlik". Dan mereka terluput. Aduhai kasihan. Dan kita menjumpai riwayat; pada mereka yang dicekam sesal itu Abud Darda' RadhiyaLlahu 'Anhu mengatakan, "Janganlah kalian berduka; sebab begitu banyak orang berjumpa Muhammad ShallaLlahu 'Alaihi wa Sallam lalu mereka dijungkalkan ke neraka karena keingkaran & keraguannya. Lebih utama bagi kalian untuk mensyukuri karunia Islam dan persaudaraan imani yang kalian rasakan."

Kita memang tak berjumpa RasuluLlah; tak beroleh gelar Sahabat; & tak didoakan insan secara khusus dengan "RadhiyaLlahu 'Anh". Tapi kita masih bisa berjumpa dengan orang-orang Shalih & kekasih-kekasihNya. Kebanyakan di antara para Wali Allah itu memang disembunyikanNya di antara ramai orang. Meraka adalah Atqiyaul Akhfiya'; yang datangnya tak disadari & perginya tak dirasakan; rekomendasinya tak dipakai & lamarannya ditolak; wujudnya tak menarik & penampilannya tak meyakinkan; tapi jika bersumpah dengan asma Allah, maka Allah pasti mengijabah doa mereka.

Para 'ulama bersepakat dari banyaknya keterangan dalam hadits; para Wali Abdal ummat ini yang berjumlah 30 atau 40 orang; yang dicinta Allah seperti Ibrahim; yang dengan sebab mereka Allah turunkan hujan & datangkan pertolongan; serta yang jika satu meninggal diganti oleh yang lain; mayoritas dari mereka adalah penduduk Negeri Syam. Mereka ada di antara orang-orang yang terpuji dalam hadits riwayat Muslim, "Akan senantiasa ada di kalangan ummatku segolongan orang yang senantiasa menzhahirkan kebenaran. Takkan membahayakan mereka orang-orang yang abai, tak peduli, & tak membantu; hingga datanglah hari kiamat."

Kami mengunjungi Gaza; satu bagian kecil di sudut selatan bentangan pantai timur Laut Tengah yang disebut Negeri Syam (Lebanon, Suriah, Palestina, Yordania) & berharap berjumpa dengan para kekasih Allah. Sebab jika perjumpaan dengan Nabi walau sekali begitu agung maknanya; perjumpaan dengan orang shalih pun insyaaLlah membersihkan hati kita, menyemangatkan 'amal kita, & membuat kita senantiasa berdzikir pada Allah. Ya; kami sadar; kebanyakan para kekasih Allah itu tersembunyi; kecuali sedikit. Tapi kamipun berharap-duga dari segala zhahirnya; Perdana Menteri Isma'il Haniyah yang akrab dipanggil Abul 'Abd termasuk yang sedikit; kekasih Allah yang ditampilkan di pentas dunia.

Kami hanya rombongan sederhana; tak dibersamai utusan resmi negara; tak jua punya jejaring yang memungkinkan bisa menghadap beliau dengan mudah. Harapan kami tak muluk. Berjumpa sekelebatan dan saling melambai dalam senyum pun cukuplah. Tapi Allah mengaruniai kami 3 kali pertemuan dengan beliau. Tiga-tiganya indah.

Kami memasuki Gaza pada hari Rabu petang 12 Desember. Kamis pagi kami bergegas menuju TK Bintang Al Quran yang menjadi amanah Sahabat Al Aqsha di Jabaliya Al Balad hingga Zhuhr pun tiba. Tiba-tiba pemandu kami mengatakan bahwa kakak dari besannya mengundang untuk makan siang. Kamipun datang ke sebuah rumah bersahaja namun kokoh berlantai dua. Bincang-berbincang sejenak, mengudap kue & kopi; lalu tiba-tiba berserilah wajah tuan rumah, "Abul 'Abd memenuhi undangan kita. Ini beliau datang!" Inilah perjumpaan kami pertama kali. Dia datang, memeluk & mencium kening kami dengan ramah, sapaannya penuh doa bertubi-tubi. Dan kamipun duduk untuk makan bersama beliau. Satu meja. Speechless. Sampai-sampai yang terfasih Bahasa Arabnya di antara rombongan pun tak bisa banyak berucap. Hanya berkaca-kaca. Sementara beliau terus tersenyum, menjawab tanya, & dari lisannya beruntaian asma Allah dalam puja-puji serta doa.

"Jalan menuju Masjidil Aqsha adalah ridha Allah Ta'ala. Dan ridha Allah dijemput dengan berjihad di jalanNya."

Hanya itu taujihnya. Ringkas dan jelas. Amat membekas.

Hari berikutnya Jumat, kami menyengaja menunaikannya di Masjid dekat rumah beliau. Ternyata beliau terjadwal Khathib & Imam di daerah lain. Usai shalat kamipun keluar dan berjalan menyusur kampung beliau yang padat & riuh. Mengamati sejenak aneka wajah yang memancarkan ketegaran, perjuangan, & pengorbanan; tiba-tiba sebuah rombongan bergerak dengan duyunan orang menyalami. Lagi-lagi. Itu Abu 'Abd! Dan beliau menuju ke arah kami. lagi-lagi bersalam & berpeluk dalam doa yang syahdu. Ternyata menurut seorang rekan relawan yang telah sebulan di Gaza; insyaaLlah kita akan jumpa Abu 'Abd di lorong-lorong sempit, pasar yang riuh, atau tepian pantai saat dia berolahraga pagi. Ah, betapa rawan keamanan seorang Perdana Menteri yang ditakuti Zionis ini jika begitu kesehariannya. Ketika kami sampaikan ini pada pemandu kami, dia tersenyum & berkata, "Bukankah memang syahid yang dicarinya?"

Kami lalu sadar; tentu para pengawalnya tetap menunaikan tugas dengan disiplin & berkualitas. Itu tampak jelas. Tapi tak ada keangkeran dalam semuanya; senyum & keramahan Abul 'Abd mencairkan aura kental pengamanan ketatnya, tawakkalnya kepada Allah mengalahkan penyandaran keselamatannya pada manusia & benda-benda. Apakah Allah memang hendak menunjukkan pada kami bahwa pemimpin macam ini belum punah? Bahwa ia bukan hanya penghias halaman buku-buku sejarah & nostalgi para Khalifah.

Dan berikutnya kami diterima di rumahnya yang disulap jadi kantor sebab Gedung Kabinet telah rata dengan tanah. Sekali lagi hanya merinding dan berkaca-kaca mendengar sambutan & ungkapan terimakasihnya untuk "Saudara dari negeri yang paling jauh tempatnya; tapi salah-satu yang paling dekat di dalam hatinya.."



-to be continued- 

Dari Kinanah ke Bumi Al Quran


Catatan GAZA-2: Dari Kinanah ke Bumi Al Quran | Seri Perjalanan Salim A Fillah

Selasa, 25 Desember 2012

Oleh Salim A. Fillah

“Dahulu kami meninggalkan Al Quran”; ujar seorang bapak dari keluarga Syamallekh di Masjid Syaikh ‘Ajleyn sebakda Shubuh ketika kami berhalaqah Quran; “Maka Allah pun mencampakkan kami dalam kehinaan di kaki penjajah Zionis. Kami terjajah, tertindas, & hancur; lalu mencoba mencari pegangan dalam gelap; harta, kedudukan, senjata. Tapi itu semua hanya membuat kami kian terpuruk. Kini kami kembali pada KitabuLlah; alhamduliLlah, kami bisa berdiri tegak, berwajah cerah, & bersemangat dalam perlawanan seperti kalian saksikan.”

Ya, kami memang menyaksikannya. Amat keliru jika membayangkan Gaza itu miskin, kumuh, sakit, sedih, & lesu. Yang kami saksikan di mana-mana sejak masuk dari Rafah adalah ketegaran, senyum yang mengembang, sambutan yang hangat; bahkan juga betapa rapi, bersih, hijau, jelitanya kawasan. Setidaknya bila dibandingkan tetangganya; Mesir si ibu peradaban.

Kami bersyukur memasuki Gaza ketika Presiden Mesir sudah bukan lagi Husni Mubarak. Al Akh Muhammad Mursi; jazahuLlahu khairan katsira. Menurut seorang Relawan yang pernah masuk Gaza tahun lalu; betapa terhina kita di hadapan petugas imigrasi Mesir kala itu. Sepuluh pos pemeriksaan oleh tentara sejak dari jembatan Terusan Suez hingga gerbang Rafah sudah menyulitkan dengan berbagai tanya & penggeledahan; belum lagi wajah yang suram, jelek, & mengejek itu. Dan akhirnya; keleleran bagai pencari suaka dengan jam-jam menunggu yang tak jelas di tengah tatapan angkuh & melecehkan wajah-wajah yang seakan begitu asing dari wudhu’ & membenci semangat berkeshalihan.

Al Akh Muhammad Mursi; jazahuLlahu khairan. Kini wajah tentara & petugas imigrasi berubah; bukan cuma cerah oleh wudhu’, sebagiannya malah berbekas sujud. Senyum bertebaran, dan ada yang berkata titip cinta untuk Gaza. Pos-pos pemeriksaan tentara tak lagi menghalangi; justru mereka menyediakan pengawalan 2 mobil patroli; yang meski justru agak memperlambat; tapi kami memahami maksud baiknya. Di gerbang imigrasi Mesirpun hanya soalan sederhana, “Sudah berkoordinasi dengan Gaza?” Saat dijawab ya; dia tersenyum dan membubuhkan capnya. Lega. AlhamduliLlah.

Maka dibanding Kairo yang hiruk pikuk, Gaza adalah kesyahduan. Dari Sinai yang gersang, Gaza adalah kesejukan. Alih-alih El ‘Arisy yang nyaman, Gaza adalah kemesraan. Sejak Rafah-Gush Katif-Khan Yunis-Deiril Balah-Gaza City-Jabaliya; yang tampak bukan keterjajahan melainkan perlawanan; bukan kesayuan namun kegairahan; bukan keputusasaan tapi cinta yang bermekaran. Di tanah istimewa ini lahir Al Imam Asy Syafi’i; mungkin di antara zaitun terbaik, anggur tersegar, farwalah yang manis & merah, serta angin Laut Tengah yang menderu gagah.

“Dulu kami meninggalkan Al Quran”, ujar si bapak dari keluarga Syamallekh itu. Perhatikan kembali kalimat-kalimatnya di awal tulisan ini yang mencerminkan pemahaman amat mendalam terhadap hakikat perjuangan. Apakah dia Syaikh, ‘Alim, Faqih? Bukan. Hanya seorang karyawan toko bersahaja. Bahkan bacaan Qurannya yang penuh semangat pun berulang-kali harus dibetulkan sebab terbiasa berdialek ‘ammiyah yang tak fasih. Tapi dari itu kita tahu; ideologi muqawamah telah tertanam ke segenap dada warga Gaza; pemimpin maupun jelata, kaya maupun papa, ‘ulama maupun biasa.


Dan kamipun menjumpai halaqah Quran itu di mana-mana; di tiap Masjid, sekolah, bahkan kantor, toko, & poliklinik. Di sebuah pusat layanan kanker yang sedang akan dikembangkan; ada ruangan penuh kanak-kanak. Bermuraja’ah dibimbing seorang perawat. Mas-ul Darul Quranil Karim, Syaikh Dr. ‘Abhdurrahman Jamal membawahi sebuah lembaga akbar yang mengelola tahfizh puluhan ribu orang; merawat hafalan; melaksanakan pengajian Tafsir, Sirah, & Hadits di berbagai Majelis; serta menyelenggarakan Daurah Shaifiyah yang alumninya kanak-kanak berhafizh lengkap dalam 2 bulan.

Apa pekerjaan utama para mujahid? Salah seorang komandan tempur berkata, “Mengaji! Kemudian mengaji! Kemudian mengaji!” Maka sungguh; senjata-senjata yang ditembakkan para pejuang Kataib ‘Izzuddin Al Qassam ke arah Zionis hanyalah kembang api perayaan dari sebuah kebangkitan yang telah tumbuh di dada orang-orang Gaza. Al Quran.

Gaza hari ini semarak oleh aneka gerai yang berebut perhatian; dari roti hingga mobil, dari es krim hingga meubel; tapi alhamduliLlah, keramaian terbesar tetap masjid-masjid kala shalat jama’ah dan halaqah Quran. Anak-anak kecil berlari di jalanan tanpa takut; cita-cita mereka semua sama & tak dapat ditawar; “Syahid fi sabiliLlah!” Bagaimana caranya? “Dengan Al Quran!”, jawab mereka. Sebab anggota Kataib ‘Izzuddin Al Qassam yang ribath di garis terdepan dipilih dari mereka yang paling mesra dengan Al Quran.

Ya Allah; jadikan kunjungan kami ke Gaza ini membuka pipa-pipa saluran keberkahan & kekudusan bumi serta penduduknya nan mulia ini untuk digerojokkan ke negeri kami. Mulia dengan Al Quran.

-to be continued-


Kamis, 21 Februari 2013

Lembah Keberkahan Part 4


Ruang daurah kami hanya sebuah masjid kecil dengan banyak pintu kaca yang terbagi dua oleh tabir hitam tipis yang terawang jika terkena cahaya. In focus yang dipasang pertengahan lebih sering menjengkelkan bagi peserta akhwat, tabirnya terlalu tinggi untuk kondisi duduk lesehan, terlebih, kami kecewa karena tak bisa melihat guru kami dengan lebih jelas, padahal seharusnya dalam pembelajaran Al-quran ada istilah talaqi, sehingga murid dan guru bisa saling melihat dan memperhatikan tehnik-tehnik bacaan, akan lebih sulit jika kita mempelajari ayat-ayat gharibah tanpa bisa melihat guru, bahkan beberapa temanku yang secara psikologis termasuk tipe visual sering terkantuk-kantuk dan kurang konsentrasi.

Ruangan yang bertabir tak bisa meredakan rasa gugup kami bertiga, hanya Nabila yang terlihat lebih tenang, nampaknya ia telah terbiasa menghadapi kondisi seperti ini di sekolahnya Husnul Khotimah. Berbeda, temanku yang berkebangsaan Solo :D terlihat tegang sekali, berkali-kali ia meremas pergelangan tanganku dan meluapkan kegugupannya, hingga kemudian Nabila maju ke depan menjadi peserta tes pertama, aku makin gugup, tak sadar ku lepaskan gelayut tangan teman Soloku itu dan sedikit meninggikan suara "Sudah, nanti aku tambah gugup". lalu ia terdiam di sampingku, beberapa menit ujian berlalu dan aku merasa benar-benar bersalah, ia yang sedari tadi terdiam di sampingku pingsan, tangan dan kakinya kaku, nafasnya tersengal, sedikit sekali tahuku tenang pertolongan pertama, kubaringkan ia yang suaranya mulai berubah menjadi tangis, aku gugup, pun Nabila yang berada persis di depan kami, Syaikh bertanya-tanya, peserta ikhwan kebingungan mencari arti kosakata bahasa Arab "Asma, Syaikh, asma???"

Kami berdua, aku dan Nabila kembali duduk dalam ruang bertabir itu, setelah sekian menit lalu kami membopong teman kali yang pingsan ke rumah ustadzah yang dekat dengan masjid. Nabila masih memburu nafasnya, aku masih bingung ketika Syaikh menanyakan kesiapan kami mengikuti ujian, "Insyaa Allaah" jawabku, dua kali beliau bertanya, mungkin masih sedikit khawatir, dan aku mengiyakannya.

Aku maju mendahului Nabila, masih bergetar dengan mushaf yang teledor kusimpan di karpet, di balik tabir Syaikh mengingatkan "Jangan simpan mushaf di bawah" katanya, kemudian memberiku perintah untuk membuka halaman berapapun yang ku mau, lucunya aku, mengeja halaman dan kemudian dipotong Syaikh "Bacalah!" katanya, aku tersenyum, aku lupa bahwa beliau telah menguasai seluruh halaman-halaman ini. Bacaanku tergetar sampai beberapa baris, kemudian berangsur nyaman dan terasa lamaaa sekali, pengalaman yang terulang kembali setelah tiga tahun lalu aku juga membaca ayat-ayat ini di depan syaikh (hmmm...dah baca tulisanku yang Kurang Ilmu kan?), pada dua ayat terakhir barulah Syaikh menghentikanku, seperti biasanya mulutnya penuh doa "MaasyaaAllaah, jazakillaah khayr", aku masih ingin berlama-lama, maka beberapa pertanyaan kuanjukan padanya yang bersambut kembali dengan doa darinya "MaasyaaAllaah su'al mumtaaz" maka mengalirlah pembicaraan kami hingga kemudian beliau memberiku rentetan nomor yang kelak bisa kuhubungi jika ada pertanyaan-pertanyaan untuknya. Berakhirlah diskusi kami dengan lagi-lagi doa yang membuatku benar-benar geer "Anti mumtaazah, anti mumtaazaah" dan akupun berdoa "jazaakumullaah khayran ya Syaikh" benar-benar dari hatiku yang terdalam.

Ba'da ashar hujan tak berhenti, aku dan Nabila menanti Syaikh untuk ujian tulis namun beliau tak kunjung datang. Jelang ifthar hari itu hatiku masih berbunga-bunga, doaku terus menerus mengisi saat mustajab, Rabbanaa, ijma'naa ma'a ahlil quran, ma'as shaalihin, ma'as shaadiqiin, ma'al mukhlishiin, ma'al 'ulamaa, ma'al khaasyi'iin...Bersama Rosulullaah, keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, pun jua keluarga kami, guru-guru kami dan sahabat-sahabat kami...

Ba'da subuh hari berikutnya kami berdua mengikuti tes tulis, tak ada Syaikh 'Abdurrahman Bakr, hanya ada Syaikh yang termuda yang belum kutahu namanya, berakhirlah ujian tulis itu dengan biasa, aku lebih menikmati ujian lisan kemarin.

Sore yang heboh karena aku menjerit tak karuan, terdengar kabar bahwa peserta yang aktif dalam daurah akan diberangkatkan 'umroh, dua orang ikhwan dan satu orang akhwat. Aku girang sekali, padahal belum tentu kebenaran berita itu, pun juga belum tentu aku yang terpilih. Kegiranganku semakin merambat naik saat teman-teman baruku itu mendoakan ku. Begini seritanya kawan, dia awal pertemuanku bersama para santri, mereka sempat heran dengan wallpapper hpku yang aneh bertuliskan 'umroh januari '13' padahal hari-hari Januari tinggal sedikit, setelah kabar hadiah 'umroh itu beredar, mereka berdoa agar hadiah itu bisa jadi taqdirku, "MaasyaaAllaah, mungkin ini jalannya ka, foto wallpapper itu kaka ambil dimana? sejak kapan kaka membuatnya" tanya mereka, kuucapkan aamiin berkali kali, kemudian menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi itu :D, "Di kasur asramaku, di Bandung, ku gantung di kayu yang jadi alas kasur tingkat dua diatasku, sengaja kubuat bulan November lalu."

Sampai saat ini aku belum tahu bagaimana hasil ujianku dan kabar hadiah 'umroh itu..

Yang kini sering kurasakan adalah, indah sekali ukhuwah itu meski hanya seumur pekan, bahwa menjadi seorang muslim yang baik adalah dengan merendahkan selalu diri dihadapan diri kita sendiri agar kualitas dan kuantitas amal itu semakin baik, karena sesungguhnya di atas keshalihan kita masih ada yang jauuuuuuh lebih shalih....Rabb, jadikan kami dalam pandangan manusia sebagai 'yang biasa', di hadapan diri kami sendiri sebangai seorang hamba yang buru, dan dalam pandanganMu sebagai hamba yang terbaik...

SELESAI

Selasa, 19 Februari 2013

Lembah Keberkahan Part3


Sejak mula daurah, aku sudah sangat dikejutkan dengan apa-apa tentang guru baruku yang berkebangsaan Mesir dan kemudian tinggal di Madinah karena metodenya itu. Beliau tentu saja telah rampung hafalannya, dan tahukah? yang sangat membuatku kaget adalah ketika seorang kawanku mengabarkan bahwa beliau telah tersertifikasi hafalannya hingga ke Rosulullaah, bahkan dengan seluruh jenis bacaannya (qira'at)!, secara bahasa mudahnya adalah : telah mendapat sanad.


Biar kujelaskan sedikit yang kutahu kawan, sanad adalah sebuah proses panjang yang menguji kemampuan hafalan Al-quran kita, tentusaja seluruhnya, 30 juz dan tidak lebih :D. Tidak hanya hafalan, detil-detil tajwid, makhorij al-huruuf, dan segala yang berhubungan dengan hukum bacaan sangat dipentingkan, setahuku untuk proses pembenaran bacaannya saja butuh waktu bertahun-tahun. Penguji yang (tentusaja) juga sudah mendapat sanad akan mengakreditasi hafalan kita kemudian memberi syahadah (sejenis sertifikat) yang menyatakan hafalan kita sudah sesuai dengan cara bacaan Rosulullah, maka dalam syahadah, nama kita akan tertulis paling bawah, di atas nama kita adalah penguji, kemudian gurunya si penguji, kemudian gurunya lagi, lagi, lagi dan seterusnya hingga nama yang terukir paling atas adalah nama seorang yang tentu saja sangat istimewa : Muhammad, Rosulullaah Sallallaahu 'Alaihi wa salam.........hiks, do'akan aku agar nama yang teramat kurindu itu kelak juga tertulis di atas namaku, aamiin...

Nah, proses panjang itu baru satu jenis bacaan saja kawan. Seperti halnya shalat yang saat isra' mi'raj terus ditawar jumlah rakaatnya oleh Rosulullah karena tak ingin memberatkan umatnya, Al-quran pun seperti itu, Rosulullah dengan menahan-nahan rasa malunya kepada Allah kembali menawar melalui Jibril, "umatku tak bisa membaca Al-quran hanya dengan satu jenis bacaan saja" begitu pintanya, maka bolak-balik Jibril menyampaikan pada Allah hingga akhirnya bacaan itu menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai qira'at sab'ah, tujuh jenis bacaan, maka jangan heran jika di luaran sana, orang-orang yang jauh lebih faham dari kita menikmati bacaan Al-quran dengan berbagai jenis bacaaan yang terdengar 'aneh' di telinga kita.

Keren sekali guru baruku itu, bukan? Setelah berpayah-payah menghafal satu jenis bacaan, ia terus berjuang mengulangi kembali hafalannya dengan riwayat jenis bacaan lain, hingga tujuh! Subhaanallaah...dan ia tawadhu sekali, sangat mencintai anak-anak, sangat sabar dalam mengajar mereka membaca kalamNya.

Guruku yang asli orang indonesia, Ustadz Saiful Islam Mubarak memberiku sebaris kebenaran "Terkadang, kita merasakan suatu kedekatan yang teramat sangat, rasa nyaman dan rasa sayang yang tiba-tiba pada seseorang, padahal baru saja bertemu. Itu adalah sebuah efek do'a yang mungkin sering ia lantunkan untuk saudara-saudaranya sesama muslim" Hmm...banyak sekali do'a yang bisa persembahkan untuk saudar-saudara kita yang muslim, QS. Al-Hasyr : 10 salah satunya, agar ukhuwah yang berasa manis itu tetap bisa kita rasakan kapanpun dan dengan siapapun yang percaya..

Begitupun aku, sensasi do'a itu merambat-rambat. Pertama melihat sosoknya, pertama mendengar suara dari do'anya yang selalu mengawal pembahasan, pertama bincang pendek pertanyaanku dengannya, aku merasakan kedekatan itu...guruku yang orang Mesir itu, setiap kali lisannya menyuara pasti selalu ada doa "Baarakallaah" "Mumtaaz" "jaazakallaah khayran", dan sebentar lagi kan kuceritakan padamu kawan, bahwa do'anya pernah menyapaku secara personal, di saat kami hanya berdua...^_^

Bersambung...

Senin, 18 Februari 2013

Lembah Keberkahan Part 2



Hmm...syaikhnya ganteng! meski benar-benar telah syaikh (sepuh) gurat ganteng masa mudanya masih terlihat di usianya yang ke-56. Pertama datang ke Jakarta, Ustadz Yusuf Mansur memintanya mengisi di Istiqlal, tapi beliau orang yang tawadhu, tak mengingin kesemarakan dan hanya ingin daurah kali itu tepat sasaran. Kami beruntung, tak sekedar ilmu baru yang kami dapat, pun juga contoh akhlak yang terang.

Daurah yang memuat metode pembelajaran Al-Quran untuk anak usia 4 tahun itu gemilang di Eropa, anak-anak dalam video pendek itu tartil sekali, mereka peka dengan hukum tajwid yang sedang dibaca, dan mereka hafal dalil tajwid dari tuhfatul athfal, maasyaaAllaah....Anak-anak itu berebut jawab saat sang guru melontar pertanyaan-pertanyaan sulit, mereka hafal makna detil-detil kata dan ayat yang memuat kata kata itu, aku hanya tertegun...

Beruntung, benar benar beruntung dan seru saat sesi pertanyaan mulai bergulir, pertanyaanku dengan bahasa Arab seadanya berbuah jawab yang memuaskan, pun juga saat praktek cara baca, kelompok akhwat yang berbatas tabir, sering kali kurang ngeh saat diabsen, maka akulah yang lantang-lantang mengeja. Meski tak seratus persen daya tangkapku, aku benar-benar terkesan, ruh yang Syaikh Abdur Rahman Bakr menyihirku untuk mengerti meski tidak dari penjelasannya, bahwa keberhasilan dalam mendidik anak-anak adalah soal bagaimana kita meng-islah (memperbaiki) diri kita sendiri pada mulanya, bahwa mendidik jundi-jundi kecil itu butuh sabar yang tak boleh meloloskan emosi, biarlah mereka bermain dan mulut kita tak henti melantun, karena secara ajaib, lantunan itu akan segera mereka hafal.

Dua minggu sudah daurah berjalan, rabu itu pengumuman ujian menyentak-nyentak jantungku, aku belum hafal sebait pun tuhfatul athfal, aaaaah....maka sepenuh niat kukumpulkan, gumpal-gumpal minat kurangkai, kubuat ia menyenangkan, dan kugarap segala jenis sunnah yang kutahu, kemudian di pertiga terakhir, sahur khas santri kulahap habis, dan kamis pun datang...

Subuh kamis itu heran, seorang ustadzah dari Yaman yang juga mengikuti daurah datang ke pondok kami dan mengeluhkan ujian lisan yang terlampau cepat, tanpa persiapan matang, manamungkin dapat memberi jawaban dengan cepat?. Maka kalian akan tahu reaksiku, aku gugup, seorang 'araobiyah seperti beliau saja gentar, manalah lagi aku??? Robbanaaa, nyaris saja shaumku gugur karena gugup ini, jika saja tak kuingat baris-baris surat ia yang kuidolakan, Umar bin Khattab kepada Sa'ad bin Abi Waqash :

أما بعد: فإني آمرك ومن معك من الأجناد بتقوى الله على كل حال، فإن تقوى الله أفضل العُدة على العدو، وأقوى المكيدة في الحرب، وآمرك ومن معك أن تكونوا أشد احتراساً من المعاصي منكم من عدوكم، فإن ذنوب الناس أخوف عليهم من عدوهم، وإنما ينصر المسلمون بمعصية عدوهم لله، ولولا ذاك لم تكن لنا بهم قوة، لأن عددنا ليس كعددهم، ولا عدتنا كعدتهم، فإن استوينا في المعصية كان لهم الفضل علينا في القوة، وإلا ننصر عليهم بفضلنا لم نغلبهم بقوتنا، فاعلموا أن عليكم في سيركم حفظة من الله يعلمون ما تفعلون، فاستحيوا منهم، ولا تعملوا بمعاصي الله وأنتم في سبيل الله، ولا تقولوا: إن عدونا شر منا فلن يُسلط علينا، فرب قوم سُلط عليهم شر منهم، واسألوا الله العون على أنفسكم كما تسألونه النصر على عدوكم 

'Amma ba'du, sesungguhnya aku memerintahkan kepadamu dan pasukanmu untuk bertakwa kepada Allah dalam segala hal, sesungguhnya takwa kepada Allah adalah persiapan terbaik dalam menghadapi musuh, dan merupakan strategi yang paling sempurna. Dan aku memerintahkan kepada orang-orang yang bersamamu untuk sangat berhati-hati terhadap maksiat, sesungguhnya dosa-dosa manusia diantara kalian lebih aku takuti dibanding musuh-musuh kalian. Sesungguhnya kemenangan muslimin terjadi akibat maksiat musuh terhadap Allah, jika saja tidak demikian, tidak mungkin bagi kita menandingi kekuatan mereka, karena jumlah kita tidak seperti jumlah mereka (yang lebih banyak), dan kekuatan kita tidak seperti kekuatan mereka. Jiika kita sama dengan mereka dalam kemaksiatan, maka mereka telah telah unggul kekuatannya dari kita, jika kita tidak bisa mengalahkan mereka dengan 'keutamaan' kita, maka kita tidak bisa mengalahkan mereka dengan kekuatan kita. Ketahuilah, sesungguhnya tiap tiap kalian kalian memiliki pengawasan dari Allah yang mengetahui apa yang tidak kalian ketahui, malulah terhadap mereka, janganlah mendekati maksiat sedangkan kalian berada di jalan Allah dan janganlah kalian katakan : "Sesungguhnya musuh kita lebih buruk dari kita sehingga tidak mungkin mereka menang atas kita meskipun kita berbuat keburukan." Karena, berapa banyak kaum-kaum yang dikalahkan oleh orang-orang yang lebih buruk dari mereka. Mintalah pertolongan kepada Allah bagi diri kalian sebagaimana kalian meminta kemenangan dari musuh-musuh kalian.

Maka hari itu shaumku berlanjut, dan pukul enam pagi, semua telah berkumpul, bersiap untuk ujian lisan. Tiba-tiba sebuah pengumuman menggemparkan peserta "Santri mukim Wadi Mubarak akan diundur jadwal ujiannya, ujian sekarang diperuntukkan bagi mereka yang datang dari luar", semua bersorak kecuali aku, Nabila, dan seorang teman kami dari Solo, semua santri menyalami kami dan berkata senang "Baarakallaah" "Sukses ya"....

Bersambung...

Minggu, 17 Februari 2013

Lembah Keberkahan Part 1


Teh Een yang sukses menyalip jumlah setor hafalanku sering kali mengganguku dengan ajakan menyebalkan :    
"Ke Wadi Mubarak yuk, teh Ilih" dan sesering ajakannya itu pula jawabanku "Ogah"...Berbusa busa alasan itu kusanpaikan, bahwa kondisi yang mengharuskan tak ada aktifitas selain menghafal akan membuatku sangat jenuh, terlebih kontrak yang harus tertunai selama 2 tahun atau bahkan mungkin lebih jika 'pengabdian' menjadi sesuatu yang wajib.

Ah, begitulah cara Allah yang sering kali diluar dugaku (ingat tulisanku tentang Karena Do'a Kita Terlalu Sedikit, kan?? ).Wadi Mubarak yang aku alergi-kan itu, malah menggebu kusambangi, amanah pondok untuk mejadi utusan santri di acara daurah Al-Quran selama sebulan menggodaku. Deg-degan menyambut hari H pemberangkatan membuatku tak bisa tidur, ranselku tak pernah mau tertinggal, ditambah satu koper kecil kurasa cukup. Setelah berulang kali jam pemberangkatan diubah, akhirnya ba'da subuh 20 Januari 2013.

Aku dan Nabila meluncur, leuwi panjang sudah ramai pedagang, tapi bis kami masih kosong. Puluhan menit berlalu, bis mulai bergerak, hanya beberapa centi, lalu terdengar teriakan "Pindah aja, neng" GUBRAK!!! padahal dengan sabar nafas kami tersengal menahan kepul kepul rokok, dan waktu serasa lambat saat menanti. Terpaksa menggusur semua bawaan, kami digiring ke bis AC yang juga masih kosong, padahal hari mulai terik. Menebal muka, kami turun dan mencari bis lain yang telah siap. Dan perjalanan pun dimulai....

Pegeeeeel, berangkat dari leuwi panjang, perjalanan benar-benar panjang, tiket pun lebih mahal 10 ribu dibanding pemberangkatan dari Cileunyi. Sampai di Ciawi, kami ngangkot dan berhujan-hujan di pangkalan ojek, menit-menit, dan hujan berhenti, kami mendaki bersama pak ojek  yang jagoan pisan, jantugku seret memompa, treknya muntaaaappph.

Pemandangan daerah atas yang luar biasa menyambut kami, kemudian dengan segera menuju rumah Ustadzah untuk setor muka, kaget, pertanyaan beliau menohokku "Mba Lilih dah slesai juga hafalannya?" hiks, hiks, dan tangisku nyaris benar-benar pecah saat kami ditempatkan bersama para santri yang telah rampung setorannya, sedikit beruntung usiaku paling tua diantara mereka (benarkah beruntung?) hingga sifat ke-kakak-anku sedikit-sedikit melumer beku yang sangat. Dan tiba-tiba, dengan ringan Nabila memberi tahuku, bahwa daurahnya full berbahasa Arab, Innalillaaah...

Bersambung.....

'