Pages

Rabu, 20 Juni 2012

Selalu Ada Kebaikan

Di sebuah negeri, seorang raja tengah berbincang bersama seorang mentri yang juga shabatnya. Sang mentri adalah seorang shalih yang selalu berkhusnudzan dengan apapun yang terjadi, "fiihi khairun, insyaAllah" ucapnya setiap kali menanggapi pembicaraan raja. Saat makanan terhidang, sang raja masih saja sibuk bercerita sampai kemudian ia mengambil buah  dan hendak mengupasnya, tiba-tiba berteriak "Aaaaah.....jariku..." darah segar mengalir dari telunjukya yang terputus, kepalanya berdenyut ngeri hampir saja pandangannya gelap, tapi ucapan sang mentri terlalu membuatnya marah "fiihi khaiun, insyaAllah", sang raja menghardik dengan keras "tak ada kebaikan apapun disini! ini adalah aib, cacat!".  Kemarahan  raja berbuah dzalim, sang mentri diseret dan kemudian dimasukan ke dalam penjara. Tak ada rasa kecewa, takut ataupun marah yang tergurat di wajah sang mentri, ia hanya tersenyum menggambarkan keyakinan bahwa Allah tak pernah mendzalimi hambanya "fiihi khairun, insyaAllah" lirihnya mantap.

Pagi yang cerah, sang raja masih terlihat pucat, jarinya berbalut perban dan kemarahan masih tersisa di ubun-ubunnya. Raja kemudian mengalihkan kemarahannya dengan pergi berburu ke hutan, ditemani para pengawal. Di hutan lebat yang masih tak terjamah itu, ia begitu bersemangat mengejar kijang buruannya yang berlari cepat, sang raja tak menyadari bahwa ia telah berlari terlalu jauh meninggalakan para pengawalnya. Di tengah hutan ia mulai ketakutan, semua jalan terlihat sama dan ia nyaris putus asa sampai kemudian beberapa orang laki-laki berpakaian primitif menghampirinya, lalu membawanya pergi.

Desa yang terpencil jauh di peradaban, primitif dengan orang-orang juga amat primitif. Hari ini adalah hari upacara menghormati nenek moyang mereka, sebuah korban manusia dengan tubuh, wajah dan kulit sempurna harus segera dipersiapkan. Sang raja mulai kalut, keringat membanjiri wajah rupawannya. Sampai pada puncak upacara, seseorang berteriak "Tidak...tidak...korban ini cacat!" seketika seluruh kampung riuh. Kesempatan itu dimafaatkan sang raja untuk pergi, mengendap lalu berlari dengan sekuat tenaga. Ia ingin segera pulang.

Sampai di Istana, sang raja bergegas menemui sang mentri, membebaskannya dan kemudian meminta maaf "Maaf maafkan aku, Engkau benar, ada kebaikan saat telunjukku terputus" kemudian ia menceritakan pengalamannya saat berada di hutan. Senyum sang mentri semakin mengembang, ia bersyukur tiada tara dan membuat sang raja bingung "Kenapa Kau tersenyum?" sang mentri menjawab "Tak usah meminta maaf wahai raja, aku bersyukur kau memasukkanku ke penjara. Seandainya saja aku tidak berada dalam penjara,  aku akan menemanimu berburu, kemudian tertangkap juga bersamamu dan saat kau batal dijadikan korban,maka siapalah lagi setelah engkau yang memiliki wajah sempurna selain aku? fiihi khairan insyaAllah ^^"